Kerja Sama dengan Bawaslu, MUI Siap Wujudkan Pemilu Berkualitas

Kerja Sama dengan Bawaslu, MUI Siap Wujudkan Pemilu BerkualitasMajelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut baik keinginan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang meminta masukan terkait rencana penyusunan materi khotbah untuk para khatib, dai dan penyiar agama.

Menurut Waketum MUI Zainut Tauhid Sa’adi, pihaknya siap bekerja sama dengan Bawaslu demi mewujudkan pemilu yang berkualitas, aman, damai, bersih, jujur, dan bermartabat.

“Kami tetap meminta penjelasan dari Bawaslu terkait dengan rencana tersebut. Apakah yang dimaksud itu menyusun materi khotbah atau membuat pedoman khotbah?” ungkap Zainut, Minggu (11/2).

Jika yang dimaksud adalah menyusun materi khotbah tentang dua isu tersebut untuk menyosialisasikan Pilkada agar terbebas dari politik uang (money politics) dan politisasi SARA, maka MUI sangat mendukung.

Sebab, substansinya sesuai dengan Rekomendasi Rakernas MUI ke-3 di Bogor Jawa Barat beberapa pekan yang lalu, bahwa Pilkada harus dijauhkan dari isu SARA dan money politic.

Tetapi jika seandainya yang dimaksud itu adalah menyusun pedoman khotbah untuk para khatib, dai dan penyiar agama, lanjut Zainut, pertanyaan kritisnya apa urgensinya Bawaslu mengatur hal tersebut?

“Saya kira terlalu jauh Bawaslu memasuki ranah tugas yang bukan wilayahnya. Jadi hal ini menurut saya harus diklarifikasi terlebih dahulu biar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat,” tuturnya.

Kalau yang akan disusun adalah dua materi khotbah tersebut dengan harapan bisa dijadikan bahan referensi para khatib, dai dan para penyiar agama agar materi khotbah tersebut bisa disosialisasikan kepada umatnya, itu adalah sesuatu hal baik.

“Dua materi khotbah tersebut menurut saya sangat penting agar masyarakat terhindar dari praktik politik yang tidak terpuji yaitu politisasi SARA dan politik uang,” ucapnya.

Namun MUI meminta Bawaslu membuat panduan tentang batasan-batasan pengertian dan ruang lingkup dari politisasi SARA dan politik uang dalam Pilkada tersebut. Ini agar para khatib, dai dan penyiar agama mengetahui batasan serta rambu-rambunya.

“Jangan sampai ada perbedaan persepsi dalam memahami hal ini, karena dikhawatirkan bisa menimbulkan salah paham di masyarakat,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *