Koleksi Galeri Batik Azizah D’Nyonyah Hadir di Metamorfashion 2018

Koleksi Galeri Batik Azizah D’Nyonyah Hadir di Metamorfashion 2018Bandung Fashion Society (BFS) menggelar acara Trunk Show Trend Fashion 2018 bertajuk, “Metamorfashion 2018”, Sabtu malam, (5/5/2018), di Rooftop El Cavana Hotel jalan Pasirkaliki Bandung.

Beberapa Desainer kenamaan yang turut serta memamerkan koleksi terbarunya di acara, “Metamorfashion 2018” diantaranya, Jeng Ditz by Agustin Dita, Sharfina, Batik Azizah by Deden Siswanto, Xavier by Dedi Setiyawan, Citra Ethnic by Citra Leorista, Zuebarqa by Benz, Khafana by Maryalie Dewi, A-Kyu by Arie Atmadibrata, Putsai, Llabel dhanyRose by Dhany, dan AR by Aripin Roni.

Salah satu Desainer Batik kenamaan kota Bandung, Azizah Talita Dewi dari Galeri Batik Azizah D’Nyonyah mengatakan, dirinya hadir di acara “Metamorfashion 2018” sebagai peserta. “Memang saat ini saya khusus mendesain batik untuk Galeri Batik Azizah D’Nyonyah,” ujarnya.

Lebih lanjut Azizah Talita Dewi mengatakan, di acara “Metamorfashion 2018” dirinya menampilkan beberapa koleksi batik tulis. “Yang saya tampilkan lebih spesifik batik tulis, karena Azizah D’Nyonyah selain bergerak di fashion juga di batik,” ungkapnya, “Untuk Fashion Show ini apparelnya dari Deden Siswanto, sedangkan saya khusus di batik tulisnya,” ujarnya.

“Metamorfashion 2018 merupakan ide dari Bandung Fashion Society yang didalamnya terdapat 11 Desainer, Fashion Show ini menampilkan batik mulai dari batik tenun hinga batik etnik,” kata Azizah Talita Dewi.

Azizah Talita Dewi mengungkapkan, Deden Siswanto beberapa waktu lalu membawa batik-batik tulis dari Galeri Batik Azizah D’Nyonyah ke suatu acara di Jepang yang dihadiri Dewi Soekarno, dan Dewi Soekarno sangat mengapresiasi batik-batik koleksi Galeri Batik Azizah D’Nyonyah, “Saya tidak ikut ke Jepang bersama Deden Siswanto karena sedang ada kesibukan,” ungkapnya.

azizah 2Mengenai Galeri Batik Azizah D’Nyonyah, Azizah Talita Dewi mengatakan, pihaknya biasa memberikan pembelajaran tentang batik, edukasi budaya batik, dan mencanting batik, “Siapapun yang ingin mengenal tentang batik bisa datang ke Galeri Batik Azizah D’Nyonyah di jalan Batik Kumeli 32 Bandung,” ujarnya.

Lebih lanjut Azizah Talita Dewi mengatakan, batik tulis memang biasa dicanting di bahan sutera tetapi hanya sutera tertentu saja, “Bahan sutera untuk batik tulis terlalu licin dan bahannya panas,” ungkapnya, “Bagi yang baru belajar batik tulis, bila mencanting di bahan sutera tidak akan tahan, karena ketika mengoreskan akan terasa panas, dan cantingnya bisa mengait ke bahan sutera,” ujarnya.

“Saat ini saya sedang khusus mengakaji batik Jawa Barat Selatan, yaitu Batik Garut, Tasik, Ciamis, Sukapura, dan Pangandaran. Semua batik Jabar Selatan berawal dari Batik Garutan dan Sukapuraan, dan batik tersebut mulai digalakkan, karena para pengrajinnya sudah mulai hilang dan regenerasinya tidak berjalan,” ungkapnya.

“Saya lebih condong mendorong para pengrajin batik tulis untuk regenerasi, dimulai dari semacam kursus, yang penting mereka mau mencoba sampai mahir,” ujar Azizah Talita Dewi.

“Memang banyak batik warna yang menggunakan bahan kimia, namun saya belum berani melakukannya karena pasti akan ada limbah. Sedangkan batik Jabar Selatan menggunakan bahan pewarna alami seperti sabut kelapa, daun manggis, daun mangga, sehingga aman untuk lingkungan, dan bahan alami tersebut melimpah terutama di Pangandaran. Saya saat ini sedang mengkaji bahan pewarna alami batik tulis dari eceng gondok dan mangrove,” ujarnya.

“Saya tertarik batik karena filosofinya, dan batik mengandung suatu harapan, selain itu saya masih ada keturunan dari Mitra Batik di Tasik, dan saya akan terus memajukan batik Tasik karena ada kegundahan mengapa batik Tasik berbeda dengan batik Pantura, Solo dan batik dari daerah lainnya,” ujar Azizah Talita Dewi.

Azizah mengungkapkan, dirinya telah membuat ratusan desain batik dan sudah tersebar hingga ke Eropa. “Saya saat ini memiliki murid dari 9 negara yang belajar batik tulis di tempat saya, diantaranya dari Polandia , Kazakhstan, Rusia, Birma, dan Jepang,” ungkapnya.

“Selain itu saya punya pembatik yang berasal dari Cirebon, Klaten, Sragen, Pekalongan. Seni batik itu tanpa batas dan universal, bahkan di jaman dulu batik bisa digadaikan, dan kebetulan saya punya koleksi batik yang usianya sudah mencapai 100 tahun,” ujarnya.

Menurutnya, karya batik merupakan hasil dari meditasi. Motif di satu lembar kain batik merupakan harapan dan doa, selain itu kebanyakan motif batik bercerita tentang alam dan kecintaan kepada Tuhan, contohnya ketika menikah memakai batik Sidomulyo. Batik juga bisa dibuat menjadi baju muslim, namun ada pihak yang melarang baju muslim bergambar wayang atau binatang.

“Di jaman dulu pembuat batik biasa berpuasa dan tidak berbicara, karena harus konsentrasi penuh dan fokus. Saya berharap batik jangan sampai hilang keilmuannya, dan ilmu batik harus kita pelihara dan kita jaga kelestariannya,” tegasnya.

“Saya ingin ilmu batik masuk kurikulum SMP, karena seumuran mereka sudah harus mulai diperkenalkan tentang batik, karena belajar canting sangat baik dimulai sejak umur 14 sampai 16 tahun. Saya berharap batik di Jawa Barat lebih menggigit,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *