PKPU Koperasi CSI di PN Jakpus: Anggota Harus Bersatu!

PKPU Koperasi CSI di PN Jakpus: Anggota Harus Bersatu! Proses pengabulan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) KSPPS BMT CSI Syariah Sejahtera, yang popular disebut Koperasi CSI (Cakrabuana Sejahtera Indonesia), per 17 April 2017, sesuai putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 35/Pdt-PKPU/2017/PN Niaga Jkt Pst. Akhirnya, per 21 April 2017 menunjuk Abdul Kohar, S.H., M.H Hakim Niaga pada PN Jakpus sebagai Hakim Niaga.

“Ini rapat pertama kreditur (28/4/2017 – red). Penting, bertemu hakim pengawas, kurator, dan termohon dari pengurus Koperasi CSI. Makin jelas perjuangannya, menuntut pengembalian uang anggota koperasi. Bukan yang tergabung di Forkoma CSI, seluruhnya malah yang 18 ribu anggota, perkiraan akumulasi dananya sekitar Rp. 2,3 T,” urai Rizky Ramdani yang biasa disapa Astro. Ia mengadvokasi kasus ini dari basis Gerakan Hejo di Bandung sejak Desember 2017 bersama Eka Santosa.

Hari itu Astro hadir sebagai bagian dari pemohon PKPU yang dikabulkan, ia pun tergabung pada Iqbal Nugraha sebagai kuasa hukum Forkoma CSI. Iqbal sendiri dalam hal ini berhadapan dengan termohon Syam Yousef Djoyo Law Firm selaku kuasa hukum dari Pengurus Koperasi CSI. “Semoga seluruh anggota koperasi CSI, nasibnya makin jelas. Progres PKPU ini, sangat bermakna bagi kehidupan mereka yang sudah terpuruk berat,” lanjutnya.

Tim Pengurus, Siapa ?

Tindak lanjut lain dari agenda hari itu di PN Jakpus diperkenalkan ‘Tim Pengurus’ yang terdiri atas Hakim Pengawas, Panitera Pengganti, dan Pengurus KSPPS BMT CSI Syariah dalam konteks PKPU. Mereka itu Abdul Kohar, S.H., M.H (Hakim Pengawas); Asnawati, SH (Panitera Pengganti); Jahmada Girsang, SH. (Pengurus), M.H.; Maddenio T Siagian, S.H (Pengurus); Ozhak Emanuel Sihotang, S.H (Pengurus); Imam Setiadi, S.H. (Pengurus); dan Bertua Diana Hutapea, S.H, M.H (Pengurus). “Pertemuan ini banyak manfaatnya, ini kan arah untuk mendamaikan yang berperkara. Sayang, dari pihak termohon masih banyak yang belum memahami esensi proses PKPU ini. Jadinya, masih banyak salah paham…”.

Sementara itu Hari Suharso, Ketua Forkoma seusai pertemuan ini, menyatakan:”Makin jelas, tuntutan pengembalian uang anggota lebih realistis di sini. Mari, anggota koperasi yang kini berada dalam beberapa kubu bersatu,” tambahnya sambil mengutarakan “Manfaatkan, agenda terdekat, 5 Mei 2017, batas akhir pengajuan tagihan kreditur dan pajak.”

Pada pihak lain Eka Santosa, Ketua Umum Gerakan Hejo di Bandung, kala dikonfirmasi soal agenda ‘Tim Pengurus’ di PN Jakpus (28/4/2017):”Lagi dan lagi saya utarakan, proses PKPU ini semoga bisa dipahami yang di luar anggota Forkoma CSI. Pengembalian dana anggota, ini yang paling rasional. Negara kini ikut serta membantu, membentuk Tim Pengurus.”

Investasi Abal-abal?

Kasus yang melanda Koperasi CSI sejak November 2016, dimata publik populer sebagai penghimpun dana layaknya sebuah bank, atau kalangan awam kerap menyebutnya investasi bodong. Kantor pusatnya di kota Cirebon, Jawa Barat, dan 18 ribu-an anggotanya tersebar di Nusantara. Dugaannya, telah terakumulasi dana senilai Rp. 2,3 T. Daya pikat bagi anggota Koperasi CSI ini, memperoleh bunga atau bagi hasil rerata dari simpanannya 5% per bulan.

Bergulirnya kasus Koperasi CSI ini di level nasional hampir bersamaan dengan pemberitaan Koperasi Pandawa di Depok, Jawa Barat yang ternyata abal-abal alias investasi bodong itu. Indikator awal dua pucuk pimpinannya M Yahya dan Iman Santoso, ditahan pihak berwajib pada 25 November 2016 atas laporan OJK dan satgas Waspada Investasi ke Bareskrim.

Keduanya ditahan dengan dugaan pelanggaran prinsip syariah tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud pasal 59 UU 21/2008 tentang Perbankan Syariah. Penyidikan Bareskrim pun mengarahkan atas sangkaan pelanggaran pasal 3 dan 5 UU 8/2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Hingga detik terkhir masih ada yang membuat resah anggota Koperasi CSI di PN Jakpus. Muncul riak-riak isu dari kasus bernilai triliunan rupiah – Tersiar kabar dana segar yang “tersisa” dari investasi ini setelah dibekukan pihak berwenang, menurut versi kurator sekitar Rp 21 M, menurut versi kejaksaan sekitar Rp. 150 M, menurut OJK dan Bareskrim hanya sekitar di bawah 50 M.

“Mana yang benar, ini bikin kami semaput,” kata seseorang berinisial HDN asal Bekasi yang menyimpan uangnya dan kerabatnya sejak 2 tahun lalu– “Ratusan juta, saya simpan di koperasi yang katanya amanah ini. Makanya saya kesini? Mau tahu kemajuan PKPU ini. Sebelumnya, lancar bagi hasil bulanan 5%. Setelah dibekukan OJK, simpanan kami bagaimana? Masih ada prospekkah”

Yang membedakan kasus “investasi abal-abal” sejenis dengan kasus Koperasi CSI, dari 18.000-an anggotanya hingga saat ini belum satu pun yang melaporkannya ke pihak polisi. “Soal laporan ke polisi, jadi pertimbangan kami, makanya mau tahu apa arti PKPU itu. Apalagi hakim kan bermusyawarat di sini” lanjut HDN dengan rona wajah datar. (….)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *