Ahok Enggan Jadi Saksi Praperadilan Kasus RS Sumber Waras

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok enggan menjadi saksi dalam sidang praperadilan kasus dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurutnya, gugatan ini tak tepat lantaran kasus masih dalam tahap penyelidikan.

“Sekarang apa yang mau jadi obyek praperadilan? Ini saja belum naik ke penyidikan kok, yang gugatnya juga tidak tepat kok,” kata Ahok ketika ditemui di kawasan Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (19/4).

Praperadilan kembali diajukan oleh sejumlah orang bersama dengan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) pada 30 Maret 2016 dan akan disidangkan pada 25 April mendatang. Perkara ini tercatat dalam Nomor 54/pid.prap/2016/PN.JKT.SEL.

Koordinator MAKI Boyamin menilai ada proses penyelidikan kasus RS Sumber Waras yang tidak sah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK telah meminta keterangan sejumlah pihak termasuk Ketua Yayasan Sumber Waras Kartini Muljadi dan Ahok. Lembaga antirasuah ini tengah menyelidik ada atau tidaknya dugaan korupsi dalam pembelian lahan tersebut.

Untuk diketahui, pada Juni 2014, pihak RS Sumber Waras bersedia menjual lahan dengan nilai NJOP Rp20,7 juta per meter persegi yang menyesuaikan NJOP untuk area Jalan Kyai Tapa.

Padahal, menurut penghitungan BPK dari hasil audit, seharusnya NJOP tidak mengacu pada harga Jalan Kyai Tapa melainkan mengacu pada NJOP untuk Tomang Utara senilai Rp7 juta per meter persegi.

Setelah melalui serangkaian kajian internal dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pada 10 Desember 2014 memutuskan untuk membeli lahan tersebut. Saat pergantian jabatan dari Jokowi ke Ahok, aturan yang sama soal penentuan NJOP diteken ulang pada 30 Desember 2014 menjadi Pergub Nomor 265 Tahun 2014. Pada hari yang sama, uang dari Pemprov DKI Jakarta sekitar Rp755 miliar diserahkan ke Sumber Waras melalui Dinas Kesehatan DKI Jakarta melalui cek.

Sementara itu, BPK mencurigai penyediaan lahan di kawasan Rumah Sakit Sumber Waras . Jika mengikuti NJOP bangunan sekitar, BPK menemukan bahwa pemerintah provinsi DKI Jakarta bisa menghemat Rp 191 miliar sehingga valuasi tanah tersebut seharusnya bisa sebesar Rp 689 miliar saja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *