Pelaku Hoax Mengidap Penyakit Jiwa

Pelaku Hoax Mengidap Penyakit JiwaHoax sudah ada sejak pertama kali manusia ada. Dalam kisah Adam dan Hawa, iblis memberikan informasi hoax tentang khasiat dan kehebatan buah quldi atau buah surga. Kedua manusia itu pun termakan kabar hoax. Hasilnya, mereka terbuang dari surga dan mengalami penderitaan. Hoax, bila saya kaitkan dengan ilmu psikologi, maka sesungguhnya adalah sebuah penyakit jiwa yang sangat berbahaya. Mythomania, adalah nama gangguan kejiwaan yang terkait dengan kebohongan.

Cerita bohong yang biasanya disampaikan oleh seorang pembohong di gardu ronda, kedai kopi, pasar dan tempat-tempat dimana orang sering bertemu dan saling mengobrol, sudah pindah ke dunia maya. Menjadi sangat marak ketika membuat dan menyalurkannya menjadi sangat mudah, hanya dengan ujung jari melalui papan ketik smartphone yang tersambung ke internet, lalu disebarkan melalui jejaring media sosial atau grup-grup pesan seperti WA, telegram, BBM dan lain-lain.

Celakanya lagi, orang atau pihak yang menerima informasi ‘gosok dengkul’ itu, menyebarkan lagi tanpa mengecek kebenarannya. Kemungkinannya ada dua tipe orang yang melanjutkan penyebaran hoax, yakni bangga sebagai orang pertama yang ikut menyebarkan informasi baru, dan merasakan informasi yang dia terima sesuai dengan isi hatinya atau harapannya. Keduanya sama berbahaya dan termasuk bentuk sakit jiwa.

Mythomania bisa dijabarkan sebagai kondisi dimana seseorang ingin sekali mendapatkan perhatian besar dari orang lain, namun, karena keinginan yang sangat kuat ini, anda pun rela untuk menceritakan sebuah cerita bohong agar dipercaya dan diperhatikan oleh orang lain.

Penderita mythomania sendiri bisa dibagi menjadi mereka yang masih dalam tahap ringan dan hanya menceritakan beberapa cerita karangan yang tidak berdampak besar bagi orang lain dan hanya untuk mendapatkan perhatian, atau mereka yang memang sudah mengalami permasalahan mental akut, dimana kepribadiannya sudah cenderung memanipulasi segala hal, sangat narsis dan memperhatikan penampilan, serta cenderung mudah berinteraksi sosial dengan cara membual.

Umumnya orang yang mengalami mythomania cenderung kehidupannya didominasi oleh banyak faktor kegagalan. Misalnya kegagalan dalam berkeluarga. Juga kegagalan dalam berteman, percintaan dan pendidikan.

Persoalan pekerjaan juga bisa memicu seseorang mencoba mengelak dari berbagai masalah ini, sehingga menjadi pembohong sebagai bentuk pelarian diri dari apa yang ia alami selama ini. Dengan membuat orang lain percaya dengan kebohongannya, Ia merasa lebih mudah untuk lari dari semua masalah.

Mengobati penderita mythomania tentu harus menyadari diri-sendiri bahwa kebohongan-kebohongan yang dilakukan adalah sesuatu yang buruk karena justru bisa membuat masalah yang lebih besar ke depannya, misalnya terjerat masalah hukum. Saran saya, penderita mythomania bisa mendatangi psikolog dan melakukan konseling dengan metode konvensional psikoterapi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *