Angka Putus Sekolah di Jabar Sangat Mengkhawatirkan

Angka Putus Sekolah di Jabar Sangat MengkhawatirkanAngka putus sekolah di Provinsi Jawa Barat (Jabar) tercatat hingga November 2018, mencapai 37.971 siswa. Angka ini merupakan akumulasi dari angka putus sekolah SD, SMP, SMA, dan SMK. Anak yang putus sekolah SD mencapai 5.627 siswa, SMP mencapai 9.621 siswa, SMA mencapai 5.403 dan yang terparah adalah siswa SMK yang sebanyak 17.320 siswa putus sekolah.

Menurut Adri Zulpianto, Direktur Lembaga Kaki Publik, yakni Lembaga Kajian dan Analisis Keterbukaan Informasi Publik, sesuai rilisnya yang diterima Redaksi (17/2/2019): “Data ini sangat mengkhawatirkan dan mengejutkan, terlebih jika Pemprov Jabar hanya fokus pada pembangunan infrastruktur. Bukankah pendidikan harus menjadi program prioritas, yang didalamnya terdapat nasib keberlanjutan bernegara dan berbangsa?”

Masih kata Adri, kondisi ini diperparah dengan keadaan Provinsi Jawa Barat yang menjalankan kebijakan siswa SMA maupun sederajat harus membayar SPP ke sekolah setiap bulan. Ini karena minimnya Subsidi Dana Bantuan Operasional Sekolah dari Pemprov Jabar.

“Angka putus sekolah ini menjadi sesuatu yang harusnya menjadi perhatian Pemprov Jawa Barat, ” tegas Adri.

Dalam paparan lanjutannya, kesejahteraan warga Jabar menjadi masalah utama bagi meningkatnya angka putus sekolah. Kaki Publik mencatat, masih banyak anak didik yang berada di garis kemiskinan. Karena di Jabar, penerima dana Program Indonesia Pintar mencapai 1.912.846 siswa.

Lebih jauh menurut Kaki Publik, penerima program Indonesia Pintar tersebut, siswa SD di Jabar , adalah tertinggi sebanyak 968.499 siswa, sedangkan SMP mencapai hingga 531.945 siswa, SMA mencapai 123.551 siswa, dan siswa SMK mencapai 297.851 siswa.

Sekali lagi menurut Adri, sudah seharusnya Pemprov Jawa Barat kebijakannya lebih fokus dalam hal peningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, bukan sekedar membangun infrastruktur – “Di bagian-bagian yang tidak memiliki manfaat langsung bagi keberlangsungan dunia pendidikan, terutama pada siwa yang berada di bawah garis kemiskinan di provinsi yang hampir memiliki 50 juta populasi pada tahun 2018.”

Pemerataan Infrastruktur?

Dalam sorotan lain, Kaki Publik menilai infrastruktur di Jabar pun sejauh ini tidak merata. “lihat saja di Kabupaten Bekasi yang hanya didatangi pada saat kampanye Pilkada. Kini nasibnya juga tidak kunjung membaik. Yang terlihat justru sekolah-sekolah yang rusak parah. Ini berakibat terganggunya proses belajar-mengajar di sekolah,” terang Adri.

Terkait sorotan Kaki Publik

redaksi mengkonfirmasi ‘temuan’ ini ke praktisi yang juga pengamat pendidikan di Jabar, Atang Andiwijaya. Menurutnya, temuan atau hasil kajian ini menunjukkan otonomi daerah dengan kebijakan anggaran pendidikan 20% tidak menunjukkan keberpihakan kepada rakyat miskin. “Kebijakan lainnya berupa perbandingan antara SMA dan SMK, yakni 30 berbanding 70, ternyata hanya menghasilkan pertumbuhan angka pengangguran yang mencemaska”. Lebih lanjut menurut Atang dikatakan ada ketidakbecusan, kualitas dilupakan dalam menjalankan amanah pendidikan di Jabar: “Harus disadari ini semacam lampu merah bagi praktik pendidikan, ” pungkasnya. (HS/MG)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *