Moes LB Bisnis Rental Studio Rekaman Makin Lesu

Moes LB Bisnis Rental Studio Rekaman Makin LesuPasang surut industri rekaman beserta perkembangan teknologinya berdampak serius kepada bisnis penyewaan studio rekaman.

Ketika teknologi analog masih mendominasi industri rekaman musik, ketika membangun studio rekaman belum segampang sekarang, ketika rekaman memerlukan biaya tinggi dan hanya dilakukan oleh recording company, itulah masa keemasan bisnis rental studio rekaman.

Munculnya teknologi digital, yang membuat teknologi rekaman musik menjadi murah dan praktis, memukul bisnis rental studio rekaman besar yang dibangun dengan investasi tinggi..

Air Studio, yaitu studio rekaman di kawasan Cijawura Girang III Bandung yang berdiri pada tahun 1998, tak luput dari dampak perkembangan teknologi digital.

Banyak penyanyi, arranger dan grup band kondang rekaman di Air studio. Diantaranya Dimensi Band, Sahara Band, Pass Band, Bimbo, Doel Sumbang, Ade Rudiana (Idea Percussion), Imam Mudrika, Rita Tila, Rika Rafika, Nining Meida, Neneng Fitri, Rya Fitria, Nais Larasati, Doddy Mansyur, Yan Achiemsha, Harry Tasman, Agus Kapinis, Agus Litle, Apep Zilt, Rochim Nazid, Gan Gan, Kang Gun, mendiang Deddy Dores, mendiang Darso.

“Air studio pun yang tadinya full analog dan memang dibangun untuk kebutuhan industri, lalu beralih, mengawinkan teknologi analog dengan digital. Jika dulu di zaman analog, jumlah studio rekaman di Kota Bandung bisa dihitung dengan jari tangan, sekarang di zaman digital ini seperti jamur di musim hujan. Banyak home recording studio dengan perangkat digital. Standarnya home recording tapi dipakai untuk tujuan industri. Ditambah lagi dengan kelesuan industri rekaman musik, dimana banyak label profesional yang menghentikan usahanya, pengguna jasa studio rekaman pun makin menurun. Sekarang ini yang masuk di Air Studio mayoritas produser indie,” papar Moes LB, arranger senior pemilik Air Studio yang akrab dengan sapaan Kang Moes.

“Secara hitung-hitungan bisnis, usaha rental studio rekaman sekarang ini sungguh berat, apalagi jika tarif listrik terus naik. Jika bukan karena kecintaan kepada musik, dan untuk silaturahmi dengan sesama seniman, sudah sejak lama saya menghentikan usaha ini,” ujar Kang Moes yang juga merupakan salah seorang pendiri Panaratas (Paguyuban Seniman Rekaman Tatar Sunda).

 

Yosie Wijaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *