Diaspora Indonesia Gugat Presidential Threshold ke MK

Diaspora Indonesia Gugat Presidential Threshold ke MK

Presidential Threshold atau ambang batas presiden kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, sejumlah diaspora Indonesia atau WNI yang sedang berada di luar negeri melakukan gugatan ke MK melalui kuasa hukum mereka.

Kuasa hukum para diaspora Indonesia terdiri dari firma hukum advokat Refly Harun dan Denny Indrayana. Para diaspora ini juga berasal dari berbagai negara seperti Amerika, Jerman, Inggris, Belanda, Taiwan, Hong Kong, Singapura, Swiss, Perancis, Australia, dan Qatar.

Denny Indrayana, selaku kuasa hukum mereka, mengatakan para penggugat ini beralasan ketentuan presidential threshold menyalahi Undang-Undang Dasar 1945 tentang kebebasan memilih maupun dipilih. Selain itu, keberadaan regulasi ambang batas pencalonan presiden tersebut berpotensi menciptakan pemerintahan yang tidak berpihak para rakyat.




“Hadirnya Pasal 222 UU Pemilu telah mengakibatkan tertutupnya hak rakyat yang ingin mencalonkan diri menjadi presiden. Terlebih kebijakan tersebut melanggengkan oligarki,” kata Denny pada Selasa 4 Januari 2022.

Kuasa hukum mereka yang lain, Refly Harun, juga menerangkan keberadaan presidential threshold melanggengkan praktik ‘politik uang’ di Indonesia. Sebab, kata dia, ambang batas presiden tersebut dijadikan komoditas transaksi oleh partai politik. Sehingga, hal tersebut dapat menciptakan iklim politik yang tidak sehat.

“Hal ini menandai demokrasi kriminal dimana hanya yang berduit yang dapat menentukan siapa yang menjadi presiden,” kata pakar hukum tata negara tersebut.




Belakangan ini, sistem presidential threshold kembali menjadi polemik. Sejumlah elemen masyarakat ramai-ramai menolak dan menggugat regulasi tersebut ke MK. Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan mantan pimpinan KPK Busyro Muqoddas pernah menggugat ketentuan ini ke MK. Kendati selalu ditolak, gugatan terhadap presidential threshold terus bermunculan.

Para diaspora Indonesia yang diwakili oleh Refly Harun dan Denny Indrayana tersebut merupakan salah satu penggugat presidential threshold. Mereka dan para penggugat lainnya berharap ambang batas pencalonan diri menjadi presiden yang saat ini berlaku minimal 20 persen suara di parlemen dapat berubah menjadi 0 persen.



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *