Waspada Ancaman Virus Nipah dari Malaysia

Waspada Ancaman Virus Nipah dari MalaysiaKementerian Kesehatan meminta seluruh pihak untuk tetap waspada terhadap potensi ancaman virus nipah yang belakangan ini menjadi objek kekhawatiran para ahli kesehatan dunia.

Kekhawatiran terhadap virus yang berasal dari nama sebuah kampung di Malaysia, Sungai Nipah, itu muncul, sebab virus nipah disebut memiliki tingkat kematian 75 persen dan sampai saat ini belum ditemukan vaksinnya.

“Indonesia harus selalu waspada terhadap potensi penularan virus nipah dari hewan ternak babi di Malaysia melalui kelelawar pemakan buah. Karena dari beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya kelelawar buah bergerak secara teratur dari Semenanjung Malaysia ke Pulau Sumatera khususnya Sumatera Utara yang dekat dengan Malaysia,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Didik Budijanto, Rabu (27/1).





Kendati demikian, Didik menegaskan hingga saat ini virus nipah belum pernah dilaporkan terindikasi di Indonesia. Meski pada 1999 virus tersebut menyerang negeri jiran, sehingga menyebabkan kematian pada ternak babi, dan juga manusia.

“Sampai saat ini kejadian infeksi virus nipah belum pernah dilaporkan di Indonesia,” tegasnya.

Didik menjelaskan berdasarkan dari hasil penelitian yang sempat dilakukan pihaknya, dan potensi ancaman virus itu masuk ke tanah air. Ia pun mewanti-wanti agar seluruh pihak mawas soal asal mula penyebaran virus nipah melalui perdagangan hewan ternak.

Apalagi di tengah kondisi pandemi virus corona (Covid-19) ini, ia meminta seluruh pihak tetap bersama-sama mengencangkan sabuk untuk menghalau potensi terjadinya epidemi hingga pandemi baru di Indonesia.




“Sehingga ada kemungkinan penyebaran virus Nipah melalui kelelawar atau melalui perdagangan babi yang ilegal dari Malaysia ke Indonesia,” pungkasnya.

Terpisah, Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman menyebut virus nipah menular di satu populasi. Maka sebarannya bisa menghabiskan tiga perempat populasi itu. Sehingga, hal inilah yang menurut Dicky menjadi penyebab virus berada di daftar teratas virus yang diwaspadai menjadi pandemi berikutnya.

“Angka kematiannya bisa sampai 75 persen, yang membuat dia juga bisa menjadi pandemi lalu dia mudah dan cepat menular. Itu berarti tiga dari empat orang yang tertular bisa meninggal, itu tinggi sekali,” kata Dicky.

Selain itu, virus nipah harus diwaspadai dengan serius karena memiliki manifestasi klinis atau gejala klinis yang bervariasi. Ada yang bergejala sampai menyebabkan gangguan pernapasan hingga ensefalitis atau radang otak.




Kemudian hal yang tidak luput menjadi perhatian adalah kesiapan pemerintah dalam mempertebal sistem dan fasilitas kesehatan dalam negeri. Menurutnya, dengan virus nipah ini pemerintah harus siap dengan lonjakan kematian berkali lipat.

“Tentu kalau kita tidak siap sistem kesehatan kita akan lebih banyak kasus kematiannya. Karena bisa jadi double atau triple jumlah kematiannya,” ucapnya.

Virus Nipah menyebar pertama kali di Malaysia pada 1999. Diduga hampir 300 orang tertular virus itu dari kawanan babi yang terinfeksi. Babi itu diduga sakit karena terjangkit virus Nipah, setelah menyantap sisa buah yang dimakan oleh kelelawar dari famili Pteropodidae yang membawa virus itu.

Wabah itu berakhir setelah sekitar satu juta ekor babi dikorbankan. Namun, jumlah orang yang meninggal akibat terjangkit virus itu mencapai 109. Melihat potensi ancaman itu lagi, pada Maret 2020 lalu, Koalisi untuk Persiapan Epidemi (CEPI) mengucurkan anggaran US$25 juta untuk penelitian dan uji klinis vaksin virus Nipah terhadap manusia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *