Benny Kabur Harman: Rezim Otoriter Kembali Bergeliat

Benny Kabur Harman: Rezim Otoriter Kembali Bergeliat
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny Kabur Harman

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny Kabur Harman menulis lima ancaman nyata kehidupan bernegara di Indonesia, salah satunya adalah kembali bergeliat cara memerintah yang otoriter.

Benny menulis hal tersebut dalam rangkaian kicau di akun Twitter miliknya, @BennyHarmanID, Sabtu (9/1).

Selain itu, Benny menuturkan terdapat empat ancaman nyata lainnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu pandemi virus corona atau Covid-19 yang semakin ganas, pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam skala besar, pengangguran dan jumlah orang miskin yang semakin bertambah banyak, serta radikalisme dan sikap intoleran yang tumbuh subur.


“Ini 5 ancaman nyata kehidupan kita berbangsa dan bernegara. 1. Pandemi Covid-19 makin ganas; 2. PHK besar-besaran, pengangguran, dan jumlah orang miskin bertambah; 3.Radikalisme dan sikap intoleran tumbuh subur; 4. Korupsi politik merajalela; 5. Rezim otoriter kembali bergeliat. Liberte!” kata Benny dalam cuitan di Twitter-nya.

CNNIndonesia.com menghubungi Benny untuk meminta penjelasan lebih lanjut ihwal lima ancaman yang ia tulis. Namun, Benny menolak menjelaskan.

Ia menolak menjawab saat ditanyakan apakah lima ancaman yang ia sebutkan itu saling berkaitan antara satu dengan lainnya atau salah satu dari lima ancaman itu merupakan pemicu kemunculan empat ancaman lainnya.

Menurutnya, cuitannya tersebut tidak membutuhkan penjelasan. “Enggak butuh penjelasan, sudah sangat jelas,” kata Benny.

Tudingan rezim otoriter atau identik dengan masa Orde Baru alias Orba sering dialamatkan ke pemerintahan Presiden Joko Widodo. Tudingan ini juga menggaung saat aksi demonstrasi mahasiswa, buruh, dan masyarakat sipil menolak omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana juga pernah menyinggung gaya Orba di rezim Jokowi.




Itu dilontarkan Denny saat mengkritisi dugaan teror terkait diskusi di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dengan topik pemberhentian presiden pada Mei 2020 silam.

Menurutnya, kejadian itu menunjukkan karakter otoritarianisme yang kembali muncul.

“Ini menunjukkan karakteristik otoritarianisme yang mulai muncul lagi,” ujar Denny, 1 Juni 2020.

Terakhir, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai bahwa langkah pemerintahan Jokowi membubarkan Front Pembela Islam (FPI) sah karena telah diundangkan. Namun, menurutnya pemerintah terkesan otoriter.

“Apa yang sah secara hukum, karena itu diundangkan, belum tentu benar. Nah, mestinya ada ruang-ruang proses untuk sebuah lembaga atau ormas membela dirinya sebelum dibubarkan,” kata Feri lewat sambungan telepon, 30 Desember 2020.

“Kalau hanya karena kehendak pemerintah bubar, maka seluruh ormas atau lembaga yang berbeda pandangan dengan pemerintah bisa saja pemerintah bubarkan. Jadi itu yang membuat pemerintah terkesan otoriter,” imbuhnya.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed