Radikalisme Berkaitan dengan Kebijakan dan Ketidakadilan

Radikalisme Berkaitan dengan Kebijakan dan KetidakadilanKetua Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Pendeta Gomar Gultom menilai radikalisme yang tumbuh di Indonesia tak lepas dari kebijakan negara yang tidak adil dan prorakyat. Menurut Gultom, gerakan radikalisme muncul karena reaksi dari ketidakadilan tersebut.[penci_related_posts title=”Baca Juga” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”tag” orderby=”random”]

“Di Indonesia, gerakan radikal yang lahir dari fundamentalisme ini saya melihat juga merupakan reaksi terhadap sesuatu. Sesuatu itu apa? ada banyak hal, bisa reaksi terhadap kebijakan negara yang kurang prorakyat,” kata Gultom dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (10/9).

Gultom mengatakan sejumlah kebijakan pemerintah selama ini masih menimbulkan ketidakadilan dan ketimpangan antarmasyarakat. Menurut dia, dalam beberapa kesempatan, rakyat harus berjuang sendiri untuk mendapatkan keadilan.

Ia juga mencontohkan kasus Papua. Menurut dia, banyak pejuang keadilan di Papua sebagai separatis. Padahal, menurut Gultom, mereka hanya menuntut keadilan dari pemerintah.

Selain itu, menurutnya, sejak dulu, para pejuang keadilan ini selalu diberi cap yang kurang mengenakkan. Misalnya, di zaman Presiden Soeharto, setiap rakyat yang berjuang melawan ketidakadilan akan dicap sebagai komunis.

“Sehingga ada kelompok-kelompok yang bekerja underground,” kata dia.

Gultom menyampaikan kondisi tersebut akhirnya membuat kelompok-kelompok yang dirugikan kebijakan pemerintah tidak pedulikan Pancasila sebagai dasar negara. Mereka juga tidak menilai pentingnya sistem demokrasi.

Menurutnya, banyak dari mereka yang beranggapan bahwa Pancasila tidak mengubah kehidupan mereka.

“(Mereka katakan) 75 tahun merdeka, dengan dasar Pancasila, apa yang saya dapat? Tidak ada. Hidup begini-begini saja, dan tidak ada harapan. Ditambah lagi minimnya keteladanan elite-elite politik kita, sehingga akhirnya menganggap Pancasila tidak ada artinya untuk saya,” ujar Gultom.

“Pancasila dan demokrasi hanya slogan dari kelompok kapitalis yang hendak mengeksploitasi kehidupan saya,” ujarnya menambahkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *