Intimidasi Jurnalis, Kasatpol PP NTB Minta Maaf

Intimidasi Jurnalis, Kasatpol PP NTB Minta MaafKetua Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Tri Budi Prayitno meminta maaf secara terbuka atas aksi represif dan yang dilakukan salah satu anggotanya, kepada wartawan media online, Muhammad Arif.

Arif mendapat perlakuan kasar saat meliput demonstrasi Aliansi Mahasiswa Peduli Palestina NTB di depan kantor Gubernur NTB, Senin (24/8). Dia didorong dan diminta menghapus rekaman gambarnya oleh salah satu petugas Satpol PP.

“Saya unsur pimpinan Satpol PP meminta maaf kepada teman-teman wartawan atas insiden kesalahpahaman yang terjadi antara anggota saya dan saudara Arif wartawan Radar Mandalika kemarin,” kata Tri dikutip dari keterangan tertulis yang diterima, Selasa (25/8).

Tri mengungkapkan bahwa insiden tersebut terjadi karena anggota yang bertugas beranggapan bahwa Arif adalah salah satu peserta demo yang memaksa untuk menerobos pagar.

“Situasi saat itu crowded, saling dorong, terus ada teriakan bakar-bakar, kami takut itu menjadi pencetus kericuhan. Maka dari itu, kami amankan salah satu pendemo yang berteriak tersebut,” terangnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram Sirtupilaili menyayangkan aksi represif itu. Namun, ia juga mengapresiasi permintaan maaf Satpol PP.

“Tadi kami sudah fasilitasi, korban bertemu dengan oknum anggota dan Kasatpol PP. Permintaan maaf juga langsung disampaikan oknum anggota kepada wartawan,” kata Sirtu saat dihubungi], Selasa (25/8).

Sirtu pun menyampaikan kronologi berdasarkan penuturan wartawan korban, Arif. Menurutnya, saat Arif tengah mengambil gambar di lokasi demonstrasi, seketika sejumlah anggota Satpol PP datang dan melarang pengambilan gambar.

Saat itu, Arif telah menyebutkan identitas dan ID Pers sebagai jurnalis yang bertugas sehari-hari di Pemprov NTB. Namun, ia malah mendapatkan perlakuan kasar.

Arif mengaku sempat ditepis dan terus didorong, kemudian ia juga diminta menghapus gambar yang ia ambil oleh salah satu anggota Satpol PP.

Aksi menghalangi kerja jurnalis, menurut Sirtu merupakan tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.

“Sikap tersebut tidak perlu dilakukan seorang aparat dan ini mencoreng kebebasan pers di NTB,” katanya.

Ia pun mengingatkan kepada para jurnalis, agar tetap bekerja sesuai rambu-rambu yang diatur dalam UU Pers dan kode etik jurnalistik. Sehingga bisa meminimalisir tindakan kekerasan terhadap jurnalis saat menjalankan tugasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *