Kejagung Periksa Dirjen Bea Cukai soal Korupsi Impor Tekstil

Kejagung Periksa Dirjen Bea Cukai soal Korupsi Impor Tekstil

Kejaksaan Agung memeriksa Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Hery Pambudi sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan kewenangan proses impor tekstil periode tahun 2018 sampai 2020.

[penci_related_posts title=”Baca Juga” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”tag” orderby=”random”]

Dalam pemeriksaan ini, penyidik mendalami keterangan Heru sebagai Dirjen Bea dan Cukai yang memiliki kewenangan tertinggi dalam proses impor tersebut.

“Mencari fakta apakah yang dijalankan para tersangka sudah sesuai aturan dan apakah saksi sebagai top management mengetahui tentang perbuatan atau tata cara yang dilaksanakan oleh para tersangka,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono melalui keterangan resmi, Selasa (28/7).

Dia menjelaskan bahwa Heru pun akan dimintai keterangannya untuk mengumpulkan bukti-bukti tentang proses pelaksanaan impor barang dalam komoditas perdagangan dari luar negeri, khususnya merujuk dalam perkara ini yang merupakan barang tekstil yang diduga dari India.

Diketahui, pemanggilan Hery sebagai saksi dalam perkara ini merupakan penjadwalan yang kedua. Dia sempat dipanggil untuk memberikan keterangan di Kejaksaan Agung pada 20 Juli 2020 lalu, namun berhalangan hadir.

Dalam perkara ini, Kejagung sudah menetapkan lima tersangka. Empat diantaranya merupakan pejabat-pejabat di kantor Bea dan Cukai Batam. Mereka adalah Kepala Seksi Pelayanan Pabean dan Cukai I pada Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Batam, Haryono Adi Wibowo; kemudian Kepala Seksi PPC II KPU Bea dan Cukai Batam, Kamaruddin Siregar.

Lalu, Kepala Seksi PPC III KPU Bea dan Cukai Batam, Dedi Aldrian; serta Kepala Bidang Pelayanan Kepabeanan dan Cukai KPU Bea Cukai Batam periode 2017-2019, Mukhammad Muklas. Terakhir, merupakan pihak swasta yang juga adalah pemilik PT Fleming Indo Batam (FIB) dan PT Peter Garmindo Prima berinisial IR.

Polemik kasus ini mencuat usai kejaksaan mendapati ketidaksesuaian mengenai jumlah dan jenis barang antara dokumen PPFTZ-01 Keluar dengan isi muatan usai dilakukan pemeriksaan fisik barang oleh Bidang Penindakan dan Penyidikan KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok.
Lihat juga: Polri Dalami Motif Brigjen Prasetijo Bantu Djoko Tjandra

Dugaan tindak pidana korupsi dalam proses import tekstil tersebut berawal dari upaya penegahan yang dilakukan oleh Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok yang mendapati 27 kontainer milik PT Flemings Indo Batam (FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PGP) pada 2 Maret 2020 lalu.

Pada dokumen pengiriman disebutkan kain tersebut berasal dari Shanti Park, Myra Road, India dan kapal pengangkut berangkat dari Pelabuhan Nhava Sheva di Timur Mumbai, India. Namun faktanya kapal pengangkut tersebut tidak pernah singgah di India dan kain-kain tersebut ternyata berasal dari China.

Belum diketahui jumlah kerugian negara yang terjadi akibat tindak korupsi ini. Hari menerangkan, selama penyelidikan ditemukan bahwa ada sekitar 556 kontainer yang tidak memenuhi persyaratan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *