Aktivis Desak KPK Ikut Usut Perkara Djoko Tjandra

Aktivis Desak KPK Ikut Usut Perkara Djoko Tjandra

Koalisi Pemantau Peradilan meminta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, mengerahkan anak buahnya untuk mengusut sengkarut penanganan perkara buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.

[penci_related_posts title=”Baca Juga” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”tag” orderby=”random”]

Langkah itu dinilai lebih penting daripada tindakan yang dilakukan jenderal bintang tiga itu dalam memberikan ucapan perayaan hari besar nasional melalui keterangan persnya.

Berdasarkan catatan, Firli memang senantiasa mengirim rilis berkaitan dengan peringatan hari besar nasional. Hal ini tidak pernah dilakukan oleh pimpinan periode sebelumnya.

“Ketimbang pak Firli mengomentari atau membuat rilis misalnya hari PMI, hari narkoba, menurut saya ini menjadi objek KPK untuk lakukan koordinasi (penyelesaian kasus Djoko Tjandra),” ujar anggota koalisi dari Indonesia Corruption Watch, Tama Satrya Langkun, dalam agenda webinar, Minggu (24/7).

Tama berujar KPK dapat menjalankan fungsi koordinasi dan penindakan terhadap instansi terkait yang diduga larut dalam persoalan Djoko Tjandra. Hal itu, kata dia, menindaklanjuti fakta pengurusan KTP-elektronik Djoko Tjandra yang berjalan mulus dan keterlibatan aparat penegak hukum yang dinyatakan terbukti melindungi buronan kelas kakap tersebut.

“Dari sisi koordinasi KPK berhak. Di sisi lain, kita berharap karena di situ ada oknum badan hukum yang diperiksa, yang jadi relevan juga bagi KPK untuk merespons secara penindakan,” ujarnya.

Redaksi sudah berupaya menanyakan Firli atas pendapat Tama di atas. Namun, hingga berita ini ditulis belum diperoleh jawaban dari yang bersangkutan.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menyatakan bahwa lembaganya bakal melakukan proses hukum apabila ditemukan indikasi suap atau gratifikasi terkait pelarian buron kasus hak tagih (cessie) Bank Bali tersebut.

Ia berujar tindakan yang dilakukan KPK nantinya bisa secara langsung ataupun melakukan koordinasi supervisi dengan aparat penegak hukum lain atau lembaga terkait.

“Sekali lagi Djoko Tjandra statusnya adalah buron. Apa kewenangan KPK? Kalau kehadirannya dan aktivitasnya di Indonesia pada saat beberapa waktu lalu misalnya di-back up aparat penegak hukum maupun aparat pemerintah, jika ada indikasi suap, misalnya ada indikasi atau gratifikasi, tentu kami akan melakukan penindakan,” kata Ghufron di Kantornya, Rabu (22/7) lalu.

Sebelumnya, tiga jenderal polisi dicopot dari jabatannya terkait sengkarut penanganan perkara Djoko Tjandra. Mereka adalah Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, dan Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo.

Mereka diduga terseret dalam pelanggaran kode etik dugaan penerbitan surat jalan untuk Djoko Tjandra.

Desak MA Gugurkan PK

Koalisi Pemantau Peradilan juga meminta Mahkamah Agung (MA) menggugurkan peninjauan kembali yang diajukan oleh Djoko Tjandra.

“Saya minta MA menggugurkan proses hukum yang dilakukan Djoko Tjandra. Saya minta dengan sangat,” kata Koordinator Publik Interest Lawyer Network (PILNET) Indonesia, Erwin Natosmal Oemar, dalam diskusi webinar tersebut.

Tama menambahkan, upaya hukum peninjauan kembali merupakan hak para tersangka. Namun, ia menjelaskan dalam sistem hukum dikenal asas iktikad baik.

Djoko Tjandra, kata dia, tidak memiliki hal tersebut.

“Apa iktikad baiknya? Tentu saja menjalankan putusannya. Masih ada 2 tahun putusan 2009, kemudian 2012 sudah ada peninjauan kembali yang pada intinya semua putusan dikeluarkan bahwa Djoko Tjandra harus dihukum 2 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp546 miliar,” ujar Tama.

Sidang PK yang diajukan Djoko Tjandra diketahui masih bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sudah tiga kali persidangan ditunda lantaran Djoko Tjandra selalu mangkir.

Ia beralasan bahwa kondisi kesehatannya menurun dan tengah berada di Kuala Lumpur, Malaysia.

Teranyar, Djoko Tjandra meminta sidang peninjauan kembali dilakukan secara virtual. Namun, hal tersebut mendapat penolakan oleh Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Mereka tetap meminta Djoko Tjandra hadir secara langsung dalam persidangan.

Hal tersebut sebagaimana ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012 dan Pasal 265 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Isi pendapat jelas sesuai SEMA Nomor 1/2012, pemeriksaan permohonan PK di Pengadilan Negeri wajib dihadiri terpidana,” tegas Jaksa Ridwan usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 20 Juli lalu.

Djoko Tjandra sebelumnya divonis bebas karena tindakannya dalam kasus Bank Bali bukan merupakan perbuatan pidana melainkan perdata. Delapan tahun usai vonis bebas, Kejaksaan Agung mengajukan PK atas putusan bebas Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung (MA) pada 2008 lalu.

MA menerima PK yang diajukan jaksa. Majelis hakim menyatakan Djoko Tjandra bersalah dan menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara. Selain itu, uang miliknya di Bank Bali sebesar Rp546,166 miliar dirampas untuk negara.

Namun, sehari sebelum vonis tersebut, Djoko Tjandra berhasil melarikan diri. Sejumlah pihak menduga Djoko Tjandra sempat berada di Papua Nugini. Ia lantas ditetapkan sebagai buron.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *