Ahli Sebut Jenazah Corona Dibakar Belum Tentu Aman

Ahli Sebut Jenazah Corona Dibakar Belum Tentu Aman

Ahli Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman merespons pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang menilai penanganan terbaik bagi jenazah pasien positif virus corona (Covid-19) yakni dengan cara dibakar ketimbang dimakamkan.

[penci_related_posts title=”Baca Juga” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”tag” orderby=”random”]

Menurut Dicky, proses pembakaran jenazah Covid-19 bukanlah hal yang esensial dan belum tentu lebih aman dibandingkan penguburan.

Sebab secara teori, virus pada jenazah akan hidup hingga cairan tubuh menghilang yaitu sekitar 3 atau 4 hari. Ia mengatakan Covid-19 tak akan menyebar selama prosedur pemulasaran dan penguburan jenazah Covid-19 mengikuti prosedur tetap (Protap).

“Sejauh ini tidak pernah ada laporan atau riset yang menemukan adanya kontaminasi cairan jenazah ke air tanah atau tanah di sekitarnya dan menyebarkan infeksi. Pembakaran artinya bukan hal yang esensial,” kata Dicky kepada CNNIndonesia.com, Kamis (23/7).

Dicky juga mengingatkan proses pembakaran belum tentu aman untuk mencegah penularan Covid-19. Sebab, yang menentukan aman tidaknya adalah bagaimana proses perlakukan terhadap jenazah.
Lihat juga: Mendagri: Secara Teori yang Terbaik Jenazah Covid-19 Dibakar

Jadi Dicky mengatakan fase terpenting atau paling rawannya adalah saat proses transport dan perlakuan terhadap jenazah.

“Walaupun dibakar bisa tetap tidak aman jika saat proses perlakukan jenazah dari ruangan ke kamar jenazah atau proses transportasinya tidak memenuhi pedoman internasional,” ujar Dicky.

Oleh karena itu, Dicky mengatakan pembakaran bukanlah hal yang esensial dan tidak diperlukan. Selain itu, ia menyoroti membakar jenazah akan menimbulkan pro dan kontra mudah dalam kacamata budaya dan agama Islam sebagian besar dianut masyarakat Indonesia.

Budaya tersebut berbeda dengan budaya di China yang menganggap pembakaran jenazah merupakan hal yang lumrah. Dicky juga menjelaskan proses penanganan jenazah di China merupakan keputusan penuh dari pemerintah.

“Di Tiongkok memang pernah ada kebijakan membakar jenazah pasien Covid-19. Jenazah pasien Covid-19 dalam otorisasi pemerintah, sehingga diputuskan selalu dibakar, baik disetujui atau tidak oleh keluarga. Hal ini yang saya lihat tidak sesuai dengan konteks indonesia,” tutur Dicky.

Di sisi lain, Ahli Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Laura Navika menjelaskan pernyataan dari Tito sesuai dengan teori yang ilmiah.

Virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19 memang akan mati dengan pemanasan di atas suhu 56 derajat celsius. Namun di sisi lain, virus juga bisa dibunuh dengan alkohol disinfektan.

Tetapi pada kenyataannya jika yang terinfeksi bukan benda yang bisa bebas dibakar seperti yang terinfeksi, maka seharusnya memang prosedur pemakaman dikembalikan sesuai ketentuan menurut agama dan keyakinan masing-masing. Setiap agama atau keyakinan memberikan kaidah pemakaman dari jenazah.

“Seperti agama islam yang merupakan agama mayoritas yang dipeluk oleh masyarakat Indonesia mengatur pemakaman dengan cara dikubur,” kata Laura.

Senada dengan Dicky, Laura mengatakan sesungguhnya pembakaran jenazah Covid-19 tak esensial, khususnya di Indonesia yang tak lumrah dengan pembakaran jenazah. Sebab pemulasaran jenazah dengan disinfektan juga bisa telah membunuh virus.

“Jika benda juga sebetulnya kan tidak akan dibakar jika terkontaminasi dengan virus Covid-19. Karena kita juga tidak tau apakah benda tersebut terkontaminasi atau tidak. Jadi caranya ya bisa dibersihkan dengan disinfektan atau alkohol kita sudah bisa membunuh virus,” tutur Laura.

Oleh karena itu, Laura mengatakan pemulasaran dan pemakaman jenazah Covid-19 bisa mengikuti protokol pemulasaran jenazah yang diatur lewat Kepmenkes Nomor HK.01.07/ MENKES/413/2020 tentang Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease.

Aturan tersebut bisa menjadi cara terbaik untuk pemakaman atau pemulasaran jenazah dengan bisa menghindari penyebaran Covid-19, tetapi masih memenuhi kaidah agama.

“Yang paling penting adalah dalam pemulasaran jenazah Covid-19 harus dilakukan sesuai protokol yang ketat. Karena protokol tersebut sudah mengatur agar virus tidak menyebar dari jenazah Covid-19,” ujar Laura.

Sebelumnya, Tito menilai cara terbaik untuk menangani jenazah pasien positif virus corona (Covid-19) yakni dengan cara dibakar ketimbang dimakamkan. Hal itu bertujuan agar virus corona yang menginfeksi jenazah turut mati karena terbakar api.

“Yang terbaik, mohon maaf saya muslim ini, tapi secara teori yang terbaik ya dibakar, karena virusnya akan mati juga,” kata Tito saat mengisi sebuah Webinar yang dipublikasikan oleh Puspen Kemendagri, Jakarta, Rabu (22/7).

Namun, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar meluruskan penyataan Tito soal jenazah pasien virus corona (Covid-19) secara teori lebih baik dibakar.

Bahtiar mengatakan Tito menjelaskan jenazah yang terinfeksi Covid-19 dibakar dengan tujuan mematikan virus corona.

“Yang dikatakan Pak Menteri, secara teori baiknya jenazah Covid dibakar agar virusnya juga mati,” kata Bahtiar dalam keterangan resminya, Kamis (23/7).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *