Sindir Pemilu Curang, Tommy Ingin Ada Kader di Penyelenggara

Sindir Pemilu Curang, Tommy Ingin Ada Kader di Penyelenggara

Ketua Umum Partai Berkarya, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto sempat menyinggung dugaan kecurangan pada Pemilu 2019 saat pembukaan rapat pleno DPP Partai Berkarya yang digelar di Gedung Granadi, Jakarta, Rabu (8/7).

[penci_related_posts title=”Baca Juga” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”tag” orderby=”random”]

Menurut Tommy, Pemilu 2019 sangat tidak demokratis. Sebab itu, kata dia, untuk meraup potensi suara, kader Partai Berkarya secara tidak langsung harus ada di penyelenggara Pemilu.

“Selama reformasi bukan kita lebih baik, tapi penyelenggaraan pemilu memprihatinkan. Dengan keadaan demikian, saya meliat ke depannya potensi untuk meraih suara yang lebih baik, kita harus punya kader-kader secara tidak langsung kita ada di penyelenggara pemilu,” kata Tommy.

Tommy tidak merinci secara jelas maksud pernyataannya tentang ‘punya kader di penyelenggara Pemilu’.

Berdasarkan UU nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu disebutkan ‘Orang Partai Politik’ wajib mengundurkan diri dari keanggotaan partai polirik, jabatan politik, jabatan pemerintahan dan BUM, BUMD pada saat mendaftar sebagai calon penyelenggara Pemilu, baik KPU, KPU Provinsi,atau KPU Kabupaten Kota.

Pada Tahun 2012, Mahkamah Konstitusi juga pernah menyatakan bahwa keanggotaan KPU yang berasal dari parpol bertentangan dengan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945. Ketentuan ini berbunyi ‘Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri’. Artinya, kemandirian yang dimiliki oleh KPU, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 adalah kemandirian yang tidak memihak kepada parpol atau kontestan manapun karena KPU adalah lembaga penyelenggara pemilu dan partai politik adalah peserta pemilu.

Selain itu, dalam Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) Nomor 2 tahun 2017 tentang Kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilihan Umum disebutkan dalam pasa 8: Dalam melaksanakan prinsip mandiri, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak: netral atau tidak memihak terhadap partai politik, calon, pasangan calon, dan/atau peserta Pemilu.

Tommy melontarkan pernyataan itu, berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu pascareformasi yang menurutnya memprihatinkan. Petugas pemilu, kata dia bukan menghitung suara tapi mengatur suara.

Tak Bisa Berbuat

Namun, di sisi lain, Partai Berkarya juga tidak bisa berbuat banyak menghadapi kecurangan-kecurangan itu. Dia juga menyinggung kabar meninggalnya sejumlah penyelenggara Pemilu 2019 yang hingga kini, katanya, tak jelas penyelesaiannya.

“Kita tak bisa berbuat banyak, bukti-bukti yang diajukan sekalipun melalui capres, tidak bisa mengatasi masalah sampai MK,” katanya.

Selain menyinggung dugaan kecurangan, Tommy juga mengakui kekurangan partainya dalam mempersiapkan diri di Pemilu 2019, yang mengakibatkan Partai Berkarya gagal lolos di parlemen.

Partai Berkarya hanya mendapatkan 2.929.495 atau 2,09 persen dari suara nasional pada Pemilu 2019.

Ia mengakui partai-partai politik lainnya lebih matang dalam mempersiapkan mesin politiknya ketimbang Berkarya sebelum digelarnya Pemilu.

“Memang waktu yang sangat mepet hanya satu tahun kita persiapkan konsolidasi dan juga mensosialisasi Berkarya kepada masyarakat Indonesia,” kata dia.

Ke depan, Tommy menargetkan ada kader Partai Berkarya yang bisa memenangkan Pilkada serenrak 2020 agar dapat mendongkrak suara Berkarya di Pemilu berikut.

Ia menyatakan sebanyak 103 anggota legislatif dari Berkarya yang tersebar di daerah-daerah menjadi modal penting untuk menghadapi Pilkada 2020.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *