Bantah Ravio Patra, Polisi Minta Hakim Tolak Praperadilan

Bantah Ravio Patra, Polisi Minta Hakim Tolak Praperadilan

Polda Metro Jaya membantah seluruh gugatan Praperadilan yang dilayangkan oleh Peneliti kebijakan publik dan pegiat advokasi legislasi Ravio Patra. Polda mengatakan penangkapan, penggeledahan dan penyitaan terhadap Ravio telah sah secara hukum.

[penci_related_posts title=”Baca Juga” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”tag” orderby=”random”]

“Bahwa Termohon menolak dengan tegas seluruh dalil yang dikemukakan Pemohon (Ravio Patra), kecuali terhadap hal-hal yang diakui kebenarannya secara tegas oleh Termohon,” demikian bunyi poin surat jawaban Polda Metro Jaya yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (7/7).

Kuasa Hukum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Hengki, menyebut penangkapan terhadap Ravio sudah sesuai dengan Pasal 1 angka 19 KUHAP, di mana saat itu polisi menindaklanjuti kepemilikan nomor telepon seluler yang menyebarkan pesan propaganda berupa penjarahan nasional.

Beleid tersebut berbunyi:

“Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.”

Polda menggolongkan kasus Ravio sebagai tertangkap tangan. Oleh karena itu, menurut Hengki, ketentuan Pasal 18 ayat (1) KUHAP perihal surat perintah penangkapan tidak berlaku.

Proses penangkapan itu, tutur Hengki, merupakan rangkaian proses penyelidikan dari hasil wawancara petugas patroli siber tentang kabar berita bohong, pelacakan nomor telepon seluler, pembuntutan dan pengamatan terhadap orang yang dicurigai dalam hal ini Ravio.

“Sehingga penangkapan terhadap Pemohon tersebut dapat dilakukan tanpa surat perintah sebagaimana Pasal 18 ayat (2) KUHAP, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada Penyidik atau Penyidik pembantu yang terdekat,” ujar Hengki.

Dalam jawabannya, Polda membantah telah melakukan pemeriksaan kali pertama terhadap Ravio sebagai tersangka. Mereka menyatakan pemeriksaan dalam kapasitas Ravio sebagai saksi sebagaimana tercantum di dalam Berita Acara Klarifikasi dan Berita Acara Pemeriksaan Saksi.

“Selanjutnya gelar perkara yang dilakukan Termohon adalah terkait peningkatan status penyelidikan menjadi penyidikan dan bukan tentang penurunan status dari Tersangka menjadi Saksi sebagaimana tercantum dalam Laporan Hasil Gelar Perkara,” kata Hengki.

Polda juga membantah klaim Pemohon yang menyatakan proses penangkapan terhadap Ravio melebihi batas waktu satu hari sebagaimana ketentuan Pasal 19 ayat 1 KUHAP. Mereka mengatakan waktu penangkapan Ravio hanya empat jam.

“Dalam perkara a quo, batas penangkapan Termohon adalah dihitung sejak Pemohon tertangkap tangan di Jalan Blora sampai dengan Pemohon diserahkan kepada Termohon selaku Penyidik di Polda Metro Jaya untuk dilakukan klarifikasi atau sejak pukul 21.00 s/d 01.00 WIB,” kata Hengki.

Terkait penggeledahan, Polda juga mengklaim sudah mengerjakan sesuai hukum yang berlaku. Penggeledahan di kos Ravio, kata mereka, disaksikan pemilik kos dan ketua RT setempat.

Polda mengatakan penggeledahan masih terkait dengan tertangkap tangan Ravio dan dalam penyelidikan sesuai ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1.

“Sehingga dengan demikian maka ketentuan tentang harus adanya Surat Izin Penggeledahan dari Pengadilan Negeri Setempat haruslah dikesampingkan,” ucap Hengki.

Selain itu, Hengki membantah pernyataan Pemohon (Ravio) yang menyebut bahwa Polda telah melakukan penyitaan barang bukti melalui surat tanda terima barang, bukan Berita Acara Penyitaan.

Kemudian, Polda menuturkan bahwa penyitaan dilakukan terhadap barang-barang yang diduga berkaitan dengan tindak pidana.

“Bahwa Termohon menolak dalil Pemohon pada halaman 14 angka (56 s/d 60) yang menyatakan bahwa ‘Termohon telah menghalang-halangi akses bantuan hukum dan Termohon tidak menjelaskan hak mendapatkan bantuan hukum kepada Pemohon,” ujar Hengki.

Berdasarkan hal di atas, Termohon (Polda Metro Jaya) meminta Majelis Hakim Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyidangkan perkara agar menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *