Pimpinan KPK Jelaskan Status Nazaruddin soal Alasan Bebas

Pimpinan KPK Jelaskan Status Nazaruddin soal Alasan Bebas

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa terpidana kasus korupsi Muhammad Nazaruddin bukan Justice Collaborator (JC) sehingga mendapatkan cuti menjelang bebas (CMB).

[penci_related_posts title=”Baca Juga” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”tag” orderby=”random”]

“Dalam beberapa pemeriksaan, KPK beri surat kerja sama untuk membuka kasus lain. Dia bertindak bukan sebagai JC, tetapi whistleblower,” kata Alex kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (23/6) seraya menegaskan tidak pernah memberikan status JC terhadap Nazaruddin.

“Ada loh kasus yang lain, seperti e-KTP misalnya. Itu kami beri surat untuk kasus e-KTP,” lanjut dia.

Jika mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011, kedua istilah itu memiliki artian yang berbeda. Whistleblower merupakan pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan tidak menjadi bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya.

Sementara, justice collaborator dapat dikatakan sebagai salah satu pelaku tindak pidana tertentu yang mengakui perbuatannya. Namun, dia berperan bukan sebagai pelaku utama dalam kejahatan dan memberi keterangan sebagai saksi di peradilan.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyatakan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin mendapat CMB lantaran memperoleh rekomendasi dari KPK. Disebutkan oleh Kemenkumham bahwa Nazaruddin telah menjadi justice collaborator. Seharusnya, dia akan bebas murni pada 13 Agustus 2020 mendatang.

Meski demikian, hal itu kemudian dibantah oleh pihak KPK. Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri bahkan meminta agar pemberian CMB harus selektif ke depannya.

“KPK berharap pihak Ditjen Pemasyarakatan untuk lebih selektif dalam memberikan hak binaan terhadap napi koruptor mengingat dampak dahsyat dari korupsi yang merusak tatanan kehidupan masyarakat,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (17/6).

Dia menjelaskan KPK tidak pernah menerbitkan surat ketetapan JC untuk terpidana Nazaruddin. Setidaknya terdapat dua surat yang menetapkan JC Nazaruddin, yaitu surat nomor R-2250/55/06/2014 tanggal 09 Juni 2014 dan surat nomor R.2576/55/06/2017 tanggal 21 Juni 2017.

KPK, lanjut Ali, menerbitkan surat kerja sama karena yang bersangkutan sejak proses penyidikan, penuntutan dan persidangan telah mengungkap perkara korupsi dengan terang.

Nazaruddin merupakan terpidana untuk dua kasus korupsi berbeda. Pertama, dia melakukan korupsi dalam pembangunan wisma atlet pada 2011. Kemudian dia divonis bersalah pada 2012 di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan hukuman empat tahun 10 bulan penjara dan denda Rp200 juta karena terbukti menerima suap Rp4,6 miliar.

Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman Nazaruddin, dari 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp200 juta menjadi 7 tahun penjara dan Rp300 juta.

Belum selesai menjalani masa hukuman pada kasus pertama, Nazar kembali divonis pada 15 Juni 2016 dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang. Dia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *