Ancaman DBD Mengintai di Tengah Pandemi Covid-19

Ancaman DBD Mengintai di Tengah Pandemi Covid-19

Ancaman demam berdarah dengue (DBD) meningkat di tengah pandemi Covid-19. Hal ini terlihat dari anomali data kasus yang terjadi selama beberapa bulan ke belakang.

[penci_related_posts title=”Baca Juga” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”tag” orderby=”random”]

Hingga saat ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat lebih dari 65 ribu kasus DBD di seluruh Indonesia dengan angka kematian mencapai 400 jiwa.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa umumnya, puncak kasus DBD selalu terjadi pada bulan Maret. Namun, hal itu tak berlaku pada tahun ini.

“Tahun ini berbeda. Kami masih melihat penambahan kasus sampai dengan bulan Juni. Kami masih menemukan jumlah kasus DBD yang cukup banyak sampai sekarang,” ujar Nadia dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Senin (22/6).

Saat ini, lanjut Nadia, Kemenkes masih menemukan 100-500 kasus DBD per harinya. Angka ini terbilang tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Beberapa daerah dengan angka kasus DBD yang tinggi juga tercatat sebagai wilayah dengan angka penularan Covid-19 yang cukup masif seperti Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Lampung.

Data Kemenkes juga mencatat, dari 490 kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki kasus DBD, sebanyak 439 di antaranya melaporkan kasus Covid-19. “Jadi ini ada infeksi ganda,” tegas Nadia.

Nadia menduga, meningkatnya ancaman DBD di tengah pandemi salah satunya terjadi akibat program juru pemantau jentik (jumantik) yang terganggu karena imbauan physical distancing.

“Jumantik jadi tidak optimal karena ada physical distancing,” kata Nadia. Jumantik merupakan petugas kesehatan atau sukarelawan. yang memantau keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di suatu daerah.

Tantangan New Normal

Ancaman DBD akan semakin meningkat kala masyarakat mulai memasuki masa tatanan hidup baru atau new normal. Nadia mengimbau masyarakat untuk berhati-hati menghadapi masa new normal.

“Masa new normal memberikan tantangan tersendiri terhadap pemberantasan DBD,” kata Nadia.

Bangunan atau gedung perkantoran yang lama tak aktif selama masa karantina mandiri beberapa bulan ke belakang berpotensi menjadi wadah empuk bagi nyamuk Aedes aegypti berkembang biak.

Untuk itu, Nadia mengimbau agar pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dilakukan sebaik mungkin demi menghindari penularan DBD saat masyarakat beramai-ramai memasuki masa new normal.

“Memasuki masa new normal, kita harus pastikan melakukan pemberantasan nyamuk,” kata Nadia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *