Tim Advokasi Soroti 6 Kejanggalan Sidang Novel Baswedan

Tim Advokasi Soroti 6 Kejanggalan Sidang Novel Baswedan

Tim Advokasi Novel Baswedan menyoroti enam kejanggalan persidangan kasus air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Persidangan yang berjalan selama ini dinilai formalitas belaka.

[penci_related_posts title=”Baca Juga” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”tag” orderby=”random”]

“Sidang ini formalitas, maka kita bilang ini sidangnya sandiwara dan keliru. Ada beberapa kejanggalan persidangan,” ujar Koordinator Tim Advokasi Novel, Arif Maulana, dalam diskusi #EnggakSengaja Sidang yang disiarkan dalam akun YouTube YLBHI, Minggu (21/6)

Kejanggalan pertama adalah manipulasi fakta dan alat bukti. Hal ini, kata Arif, ditunjukkan dengan ketiadaan saksi-saksi dalam persidangan.

Kejanggalan berikutnya adalah dakwaan berupa tindak penganiayaan. Diketahui, terdakwa dituntut melanggar Pasal 353 Ayat (2) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu.

Kemudian kejanggalan selanjutnya adalah kuasa hukum terdakwa yang berprofesi sebagai polisi aktif.

“Kuasa hukumnya itu dulu adalah penyidik yang menangani kasus ini, tapi sekarang membela terdakwa. Ini hal yang ironis, conflict of interest-nya jelas sekali nampak,” katanya.

Arif juga menyinggung status dua terdakwa sebagai seorang polisi berpangkat bripka yang saat ini belum jelas. Jika terjerat kasus, menurut Arif, dua terdakwa seharusnya dinonaktifkan dari tugas kepolisian.

Pengacara menyampaikan nota pembelaan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette yang disiarkan secara Ilustrasi. Persidangan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan dinilai hanya formalitas. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

“Apakah sekarang sudah ada informasi dua terdakwa ini nonaktif atau sudah menjalani sidang disiplin. Terdakwa harusnya diberhentikan sementara ketika ada kasus,” jelas Arif.

Kejanggalan lain, lanjut Arif, adalah sikap jaksa yang justru menjadi pembela terdakwa. Hal ini terlihat dari sikap jaksa yang justru memberikan pertanyaan menyudutkan pada Novel. “Jaksa juga menanyakan soal kasus sarang burung walet yang tidak ada relevansinya,” tuturnya.

Selain jaksa, kejanggalan lain adalah hakim persidangan yang sangat pasif. Bahkan, menurut Arif, hakim mengabaikan hasil investigasi Komnas HAM dan Ombudsman yang diberikan tim hukum Novel.

“Hakim kasus Novel sangat pasif, bahkan tim kuasa hukum sudah memberikan hasil investigasi namun tidak digubris,” ujar Arif.

Kemudian kejanggalan terakhir adalah ringannya tuntutan yang dijatuhkan jaksa kepada terdakwa, yakni satu tahun penjara dengan alasan tidak sengaja.

Pelaku penyiraman air keras kepada Novel diketahui dituntut satu tahun penjara. Dalam pertimbangannya, jaksa menyatakan bahwa pelaku tak sengaja menyiramkan air keras hingga mengenai mata Novel.

Novel sendiri sempat menyampaikan agar kedua terdakwa dibebaskan karena ia tak meyakini bahwa dua orang itu pelaku sebenarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *