Novel Baswedan Ungkap Keanehan Sidang

Novel Baswedan Ungkap Keanehan Sidang

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, mengungkap sejumlah kejanggalan dalam kasus penyiraman air keras terhadap dirinya, seperti jaksa penuntut yang tak memberikan surat dakwaan kepadanya dan bukti pelengkap tidak digubris.

[penci_related_posts title=”Baca Juga” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”tag” orderby=”random”]

Dalam bincang-bincang bersama CNN Indonesia TV melalui Instagram pada Selasa (16/6), Novel mengaku tak diberikan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum atas perkara penyiraman air keras dengan terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.

Novel meminta surat dakwaan dengan maksud menegaskan pemberitaan media massa bahwa kedua terdakwa yang merupakan anggota Polri aktif itu menyiram wajahnya dengan air aki dengan alasan motif dendam pribadi.

Permintaan yang dilayangkan Novel diajukan saat ia memberikan keterangan dalam kapasitas sebagai korban dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (30/4).

“Setelah dakwaan, kemudian pemeriksaan saksi-saksi. Pertama saya dipanggil sebagai korban. Ketika saya memahami, melihat sebagai korban bahwa dakwaannya seperti itu, saya sempat meminta apakah saya boleh mendapat dakwaannya. Enggak dikasih. Enggak masalah lah, saya mendengar dari media dakwaannya seperti apa,” kata Novel.

Mengetahui dakwaan jaksa yang aneh, penyidik senior komisi antirasuah itu lantas memberikan dokumen pelengkap dengan tujuan membantu jaksa.

Dokumen tersebut di antaranya salinan hasil investigasi Komnas HAM yang mengungkapkan serangan berkaitan dengan pekerjaan Novel sebagai penyidik KPK. Ada pula keterangan tertulis berisi informasi tiga saksi penting yang mampu menjelaskan peristiwa sebelum serangan terjadi.

“Dan ternyata apa yang saya sampaikan di persidangan itu, berpikir positif, terus berpikir positif walaupun sebetulnya ragu juga, ternyata di persidangan aneh. Saya baru tahu ternyata saksi-saksi kunci tidak masuk dalam berkas perkara dan bukti penting tidak dibicarakan di persidangan, bahkan ada bukti yang berubah,” tutur Novel.

Mantan anggota Polri ini juga mempertanyakan alasan jaksa tidak menghadirkan tiga saksi penting ke muka persidangan. Menurut Novel, kehadiran saksi itu bisa membuat peristiwa penyiraman air keras menjadi terang.

“Keterangan saksi kunci ini menjelaskan peristiwa sebelum saya diserang yang dengan begitu akan tergambar ada oknum siapa yang terlibat, ada berapa orang yang terkait dengan perbuatan, siapa saja yang terlibat dalam perbuatan persiapannya, pelaku sejak H-2 sudah ada di lokasi dan bersiap, dan lain-lain. Fakta-fakta itu ada semua, tapi tidak diperiksa. Kan tidak menjadi fakta persidangan,” ucapnya.

Novel kemudian mengatakan bahwa tuntutan satu tahun penjara terhadap kedua terdakwa sangat menyakitkan baginya.

“Yang lebih menyakitkan lagi ini bukan sekadar menyakitkan saya, menyakitkan orang yang punya perasaan, menyakitkan orang yang masih berharap terkait dengan keadilan dan ini luar biasa, dituntut 1 tahun untuk perkara penganiayaan berat berencana, menyebabkan luka berat, dengan akibat pemberatan itu dituntut 1 tahun. Pertanyaannya adalah ini jaksanya yakin enggak sih itu pelakunya?” ujar Novel.

Dua polisi penyiram air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, memang dituntut dengan pidana satu tahun penjara.

Para terdakwa terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, sehingga menyebabkan Novel mengalami luka berat. Perbuatan itu dilakukan karena terdakwa menganggap Novel mengkhianati institusi Polri.

Mereka terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana paling lama tujuh tahun penjara.

Sementara itu, berdasarkan fakta persidangan, jaksa memandang perbuatan kedua terdakwa tidak terbukti melanggar Pasal 355 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana surat dakwaan. Beleid ini mengatur ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun.

Jaksa beralasan Pasal 355 gugur sebagaimana dakwaan karena kedua terdakwa tidak sengaja dan tidak ada niat melukai Novel dengan air keras.

“Dalam fakta persidangan yang bersangkutan hanya ingin memberikan pelajaran kepada seseorang, yaitu Novel Baswedan, dikarenakan alasannya karena lupa dengan institusi, menjelekkan institusi,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *