Terdakwa Sebut Mata Novel Tak Murni Rusak Karena Air Keras

Terdakwa Sebut Mata Novel Tak Murni Rusak Karena Air Keras

Melalui pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), terdakwa Ronny Bugis menyebut kerusakan permanen pada mata Novel Baswedan bukan murni karena penyiraman air keras.

[penci_related_posts title=”Baca Juga” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”tag” orderby=”random”]

Dalam pleidoi itu Ronny mengatakan mata penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menjadi cacat permanen disebabkan juga penanganan medis yang tidak benar.

“[Kerusakan pada mata] bukan akibat langsung perbuatan penyiraman, melainkan akibat sebab lain yaitu penanganan tidak benar dan tidak sesuai,” tutur salah satu tim penasihat hukum Ronny membacakan pleidoi kliennya di PN Jakarta Utara, Senin (15/6).

Kuasa hukum menyebut, para terdakwa tidak memiliki niat untuk melukai atau mencederai berat Novel. Namun kerusakan mata Novel makin parah karena tindakan medis yang terburu-buru.

“Kemudian didorong sikap saksi korban [Novel Baswedan] yang tidak kooperatif dan sabar atas tindakan medis,” imbuhnya.

Diketahui jaksa dalam dakwaannya menyebut terdakwa Rahmat Kadir Mahulette telah menyiramkan cairan asam sulfat (H2SO4) ke bagian kepala Novel sehingga menyebabkan kerusakan fatal pada mata dan penglihatannya.

Asam sulfat atau H2SO4 biasa digunakan sebagai air aki karena mengandung elektrolit yang dapat menyimpan dan menghantar arus listrik.

Berdasarkan hasil visum et repertum nomor 03/VER/RSMKKG/IV/2017 tertanggal 24 April 2017 yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Mitra Keluarga, ditemukan luka bakar pada bagian wajah dan kornea mata kanan dan kiri Novel.

Di ujung pembacaan nota pembelaan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa Rahmat memberikan tanggapan atas pleidoi ini.

“Untuk pembelaan secara pribadi tidak yang mulia, pembelaan dari kuasa hukum cukup,” ujar Rahmat melalui video conference.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan, Senin (22/6) dengan agenda tanggapan jaksa atas pleidoi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *