DPRD Bela 109 Tenaga Medis yang Dipecat Bupati Ogan Ilir

DPRD Bela 109 Tenaga Medis yang Dipecat Bupati Ogan Ilir

Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan menganggap manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ogan Ilir melanggar komitmen setelah memecat 109 tenaga kesehatan (nakes) yang melakukan mogok kerja.

[penci_related_posts title=”Baca Juga” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”tag” orderby=”random”]

Di satu sisi, DPRD tengah mencari cara untuk memperjuangkan para tenaga kesehatan yang kehilangan hak bekerja secara nyaman.

Ketua Komisi IV DPRD Ogan Ilir Rizal Mustofa mengatakan pemecatan terhadap ratusan tenaga kesehatan tersebut merupakan pelanggaran komitmen yang telah dibuat sebelumnya. Rizal menjelaskan, pada Senin (18/5) lalu, para tenaga kesehatan tersebut mengadukan tentang ketidakjelasan informasi mengenai penanganan Covid-19 di RSUD Ogan Ilir termasuk mengenai insentif yang akan diberikan.

“Ada beberapa poin yang disampaikan, termasuk kurangnya informasi penanganan Covid-19, sistem pembayaran insentif yang tidak dijelaskan, serta akses rumah singgah bagi para tenaga kesehatan. Pada pertemuan tersebut, kami dengan manajemen RSUD sepakat tidak ada pemecatan dan merumahkan selama empat hari ke depan,” ujar Rizal, Jumat (22/5).

Rizal mengatakan, pada Rabu (20/5) lalu, saat sidang paripurna pihaknya menyampaikan aspirasi para tenaga kesehatan melalui nota dinas. Nota dinas tersebut pun, kata dia, langsung ditanggapi Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam yang pula hadir dalam rapat paripurna. Menurut bupati, hak-hak para tenaga kesehatan yang disampaikan dalam tuntutan tersebut telah dipenuhi.

“Ini kemungkinan besar kurang sosialisasi dan komunikasi dari kepala rumah sakit terhadap bawahannya. Makanya kami menyarankan manajemen rumah sakit untuk kembali duduk bersama dengan para tenaga kesehatan ini,” ujar dia.

Namun pada malam hari yang sama, muncul SK Bupati Ogan Ilir nomor 191/KEP/RSUD/2020 tentang pemutusan hubungan kerja 109 tenaga kesehatan honorer yang melakukan mogok. Pemecatan tersebut dianggap merupakan pelanggaran komitmen yang telah disepakati setelah musyawarah dua hari sebelumnya.

“Mereka [RSUD] berkilah bahwa wewenang memecat bukan di mereka, tapi di bupati. Itu kan [pernyataan] normatif saja. RSUD tidak merasa melanggar komitmen karena yang memecat bupati, itu memang hak bupati. Makanya bupati melihat dari sudut pandang mana terkait pemecatan ini, saya pula tidak paham,” ungkap Rizal.

Dalam SK disebutkan para tenaga medis telah meninggalkan tugas selama lima hari berturut-turut saat negara dalam kondisi bencana nasional. Namun apabila alasan pemecatan yang tercantum dalam SK tersebut tidak benar, kata Rizal, bupati telah melakukan pembohongan publik.

“Ranahnya bukan sekedar politis, tapi pula ranah hukum kalau keterangan bupati di SK itu bohong. Ada pembohongan publik,” ujar dia.

Saat ini Komisi IV telah mengajukan nota dinas kepada pimpinan DPRD Ogan Ilir sehingga permasalahan tersebut telah ditangani lembaga legislatif tersebut. Apabila ada laporan dan temuan baru atau perintah dari pimpinan DPRD untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut, pihaknya pun akan kembali menanganinya.

“Kita telaah dulu, sejauh mana kita dapat fasilitasi dan bantu tenaga kesehatan itu. Kita menyayangkan keputusan pemberhentian yang diambil bupati. Andai pun sesuai dengan regulasi, setidaknya mempertimbangkan pengabdian yang telah diberikan nakes selama ini,” kata dia.

“Sementara duduk permasalahan tersebut tidak dikaji secara arif. Apalagi kondisi sekarang Kabupaten Ogan Ilir sangat membutuhkan nakes dalam menghadapi Covid-19,” tambah Rizal.

Dikonfirmasi terpisah, Direktur Utama RSUD Ogan Ilir Roretta Arta Guna Riama mengatakan pihaknya melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 109 tenaga kesehatan tersebut karena tidak dapat menerima tuntutan mereka.

“Awalnya kita lakukan pemanggilan lebih dulu untuk berkomitmen bekerja, yang datang hanya tujuh orang. Tidak semua yang mogok kita pecat, ada yang sebagian akhirnya mau bekerja lagi,” dalihnya.

“Jadi kalau ada yang bilang kami tidak memfasilitasi mereka itu tidak benar. Kita pun tidak dapat berbuat apa-apa karena telah keputusan Bupati,” tambah Rorreta.

Bupati Klaim Pemecatan Sesuai Prosedur

Sementara itu, Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam menyatakan keputusan pemerintah daerah memecat 109 orang tenaga kesehatan standing honor di Rumah Sakit Umum Daerah Ogan Ilir telah benar atau sesuai prosedur karena semua tuntutan telah dipenuhi, namun tak ada respons baik.

“Mereka (109 tenaga kesehatan) minta dilengkapi alat pelindung diri (APD) padahal di rumah sakit ada ribuan, silahkan cek semuanya mulai dari kacamata, sarung tangan, dan lain-lain,” kata Ilyas Panji di Ogan Ilir, Kamis (21/5) seperti dilansir Antara.

Sebelumnya RSUD Ogan Ilir memecat secara tidak hormat terhadap 109 tenaga kesehatan berdasarkan SK Bupati Ogan Ilir nomor 191/KEP/RSUD/2020, salah satu poin pertimbangannya yakni para tenaga honorer tidak masuk bekerja lima hari berturut-turut sejak 15 Mei 2020.

Ia menduga tuntutan APD, insentif dan rumah singgah hanyalah alasan para tenaga honorer yang takut berhadapan dengan pasien Covid-19, sehingga ikut mengganggu penanganannya.

Pemkab Ogan Ilir telah menyiapkan 34 ruangan khusus di DPRD Ogan Ilir dengan fasilitas lengkap untuk singgah tenaga kesehatan, kata dia, sedangkan terkait insentif kerja menurutnya tidak wajar karena para tenaga kesehatan itu belum menunjukkan kinerjanya.

“Ketika negara butuh tenaga mereka tapi malah mereka tinggalkan tugas, sementara apa yang mereka tuntut telah dipenuhi jauh-jauh hari,” kata Ilyas menegaskan.

Meski demikian, Ilyas memastikan pelayanan di RSUD Ogan Ilir tetap berjalan optimum karena ada ratusan tenaga kesehatan dan medis yang masih bersiaga. Selain itu, kata dia, pemkab akan mencari pengganti 109 orang itu secepatnya.

Sementara Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumatera Selatan Yusri di Palembang, menambahkan bahwa pemecatan tersebut berdampak pada penanganan kasus Covid-19 kendati di satu sisi pihaknya mendukung keputusan itu.

Ia berharap tenaga kesehatan dan medis tetap fokus melayani selama pandemi, terutama di tengah meningkatnya kasus COVID-19 yang telah mencapai 674 kasus per 21 Mei di Sumsel, jika memang ada kekurangan maka harus cepat dikoordinasikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *