Kasus Suap-Pencucian Uang, Muhtar Ependy Dituntut 8 Tahun Penjara

Kasus Suap-Pencucian Uang, Muhtar Ependy Dituntut 8 Tahun Penjara

Muhtar Ependy dituntut 8 tahun penjara, denda Rp 450 juta subsider 6 bulan kurungan. Muhtar Ependy diyakini jaksa bersalah menjadi perantara suap dan melakukan pencucian uang.

“Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Muhtar Ependy terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” kata jaksa KPK Iskandar saat membacakan surat tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2020).

Muhtar menerima uang Rp 16,4 miliar, Rp 10 miliar, USD 316.700, dan USD 500 ribu dari mantan Wali Kota Palembang Romi Herton dan mantan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada. Muhtar sebagai perantara suap antara Budi-Romi untuk mantan Ketua MK Akil Mochtar.

Perbuatan Ependy ini untuk mempengaruhi putusan perkara yang diajukan Budi dan Romi di Mahkamah Konstitusi (MK). Jaksa menyebut Ependy bekerjasama dengan Akil Mochtar selaku hakim MK dalam perkara ini.

“Padahal diketahui, patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, yaitu diketahui atau patut diduga bahwa uang tersebut diberikan Romi dan Budi kepada M Akil Mochtar melalui terdakwa untuk pengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil Pilkada yang diadili oleh Akil Mochtar,” kata jaksa.

Selain menjadi perantara suap, Muhtar Ependy diyakini jaksa juga melakukan pencucian uang. Pencucian uang itu bertujuan untuk menyamarkan hasil korupsi yang dilakukannya bersama Akil Mochtar.

Ependy melakukan pencucian uang itu dengan cara menitipkan uang sekitar Rp 21,42 miliar dan 816.700 dollar AS kepada seorang bernama Iwan Sutaryadi, menempatkan uang sebesar Rp 4 miliar di rekening BPD Kalbar Cabang Jakarta, mentransfer uang Rp 3,86 miliar dari rekening di BPD Kalbar ke rekening BNI Cabang Pontianak atas nama CV Ratu Samagat.

Kemudian, menempatkan uang keseluruhan berjumlah sebesar Rp 11.093.200.000 di rekening BPD Kalbar, Rp 1,5 miliar di rekening BCA atas nama Lia Tri Tirtasari, Rp 500 juta di rekening Bank Panin atas nama PT Promic International dan uang Rp 500 juta di rekening BCA atas nama Muhtar Ependy.

Selanjutnya, mentransfer uang berjumlah Rp 7,38 miliar ke sekitar 8 rekening orang yang berbeda-beda, kemudian membelanjakan atau membayarkan bahan baju hyget 5 pcs dengan harga Rp 500 juta, membeli kain bendera dengan harga Rp 500 juta, membeli 25 unit mobil dan 31 unit motor dengan harga keseluruhan sekitar Rp 5.326.150.000.

Selain itu, Ependy juga membeli sejumlah tanah yang luas dan lokasinya berbeda-beda, yaitu tanah seluas 12.622 m2 di Desa Sedau, Kabupaten Bengkayang senilai Rp 1,2 miliar, tanah 600 m2 di Desa Waluran, Jawa Barat senilai Rp 50 juta, tanah di Kelurahan Serdang, Jakarta Pusat senilai Rp 1,35 miliar, tanah 543 m2 di Kelurahan Cempaka Putih, Jakarta Pusat senilai Rp 3,5 miliar serta tanah 763 m2 di Desa Karangduwur, Jawa Tengah senilai Rp 217 juta.

Muhtar juga memberikan piutang senilai Rp 1 miliar ke PT Intermedia Networks. Menurut jaksa, sumber dana pencucian uang berasal dari suap yang diterimanya bersama Akil Mochtar saat menerima suap dari Romi Herton dan Budi Antonu Aljufri.

Atas perbuatan itu, Ependy diyakini bersalah melanggar Pasal 12 huruf c dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *