Mengenal Kerajaan Galuh Versi Budayawan Ciamis

Mengenal Kerajaan Galuh Versi Budayawan Ciamis

Budayawan Betawi, Ridwan Saidi, menyebut Galuh artinya brutal dan di Ciamis tidak ada kerajaan. Pernyataan itu membuat warga Ciamis tersinggung. Budayawan Ciamis angkat bicara tentang sejarah Kerajaan Galuh.

Budayawan Ciamis Aip Syarifudin menjelaskan ada sejumlah kerajaan di Jawa Barat yaitu Kerajaan Galuh, Kerajaan Salakanagara, dan Kerajaan Tarumanagara. Ketika Tarumanagara mulai pudar, kemudian muncul dua kerajaan yakni Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.

Kerajaan Galuh didirikan oleh Wretikandayun pada abad ke-7 Masehi tepatnya 23 Maret 612 Masehi. Wretikandayun semula berkuasa di daerah Kendan. Kendan termasuk wilayah kekuasaan Tarumanagara. Pada masa Raja Tarusbawa pamor, kerajaan Tarumanagara memudar. Kondisi ini dimanfaatkan Wretikandayun untuk memisahkan Kendan dari Tarumanagara.

Wretikandayun kemudian memindahkan pusar pemerintahannya ke daerah Bojong Galuh, Karangkamulyan, yang merupakan pusat Kerajaan Galuh. Sedangkan Tarusbawa mendirikan Kerajaan Sunda sebagai kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara.

Dua Raja ini lalu melakukan perundingan dan menyepakati bahwa sungai Citarum menjadi batas wilayah dua kerajaan. “Kerajaan Galuh manggung cukup lama dari abad ke-7,” ujar Aip Syarifudin, Sabtu (15/2/2020).

Ketika Kerajaan Galuh diperintah oleh Sanjaya (723 – 732 Masehi), Sanjaya menjadi menantu Raja Sunda Tarusbawa. Sehingga 2 kerajaan tersebut bersatu menjadi Kerajaan Sunda Galuh. Sekitar abad ke 13, Kerajaan Galuh berpusat di Kawali. Kerajaan Galuh mencapai kejayaan terutama pada masa pemerintahan Maharaja Niskala Wastukancana.

Kerajaan ini sempat berpisah lagi, namun Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja yang merupakan anak dari Prabu Dewa Niskala menyatukan kerajaan itu yang kemudian melahirkan Kerajaan besar yakni Kerajaan Padjajaran. Pusat Pemerintahannya di Bogor.

Aip menjelaskan bukti-bukti peninggalan Kerajaan Galuh bisa ditemukan di Ciamis. Seperti prasasti-prasasti yang ada di Astana Gede Kawali. Dan peninggalan yang ada di Situs Ciung Wanara Karangkamulyan.

“Sejarah dibuktikan dengan data sekunder seperti prasasti, itu ada di Kawali. Data primer naskah-naskah Sansekerta, carita Parahiangan. Dan tersier adalah cerita folklore yang berkembang di masyarakat, itu semua ada,” ujar Aip.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *