Pengibar Bintang Kejora Suryanta dkk Didakwa Makar

Pengibar Bintang Kejora Suryanta dkk Didakwa MakarPaulus Suryanta Ginting, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Anes Tabuni, dan Arina Elopere didakwa melakukan perbuatan makar. Mereka disebut menuntut kemerdekaan Papua saat demo di depan Istana Negara dan Mabes TNI AD.[penci_related_posts title=”You Might Be Interested In” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”cat” orderby=”random”]

“Sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yaitu makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara,” kata jaksa penuntut umum (JPU) saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jl Bungur Raya, Jakarta, Kamis (19/12/2019).

Dakwaan makar ini terkait pertemuan Paulus Suryanta Ginting, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Anes Tabuni, dan Arina Elopere dengan beberapa koordinator wilayah persatuan mahasiswa dan pemuda Papua di Jakarta. Dalam pertemuan itu, mereka bersepakat menggelar unjuk rasa di depan Mabes TNI AD dan Istana Negara untuk merespons insiden rasisme di Surabaya terhadap masyarakat Papua.

“Para terdakwa bersepakat akan mengadakan unjuk rasa pada hari Kamis, tanggal 22 Agustus 2019, dengan tuntutan menolak rasisme, menyuarakan perlunya referendum bagi masyarakat Papua dan menuntut kemerdekaan Papua. Selanjutnya para terdakwa dan para peserta rapat yang lainnya menunjuk terdakwa IV sebagai ketua tim pelaksana unjuk rasa,” papar jaksa.

Pada 22 Agustus 2019, jaksa mengatakan para terdakwa bersama 100 orang peserta aksi unjuk rasa menuntut menolak rasisme, menyuarakan referendum bagi masyarakat Papua, dan menuntut kemerdekaan Papua.

Dalam unjuk rasa tersebut, para terdakwa juga melakukan aksinya dengan cara membuka baju, mengibarkan bendera Bintang Kejora, melukis wajah dan dada dengan bendera Kintang Kejora.

“Pada 25 Agustus 2019, bertempat di asrama Jayawijaya, Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, para terdakwa bersama Tansya Mariam beberapa beberapa koordinator wilayah persatuan mahasiswa dan pemuda Papua di Jakarta melakukan evaluasi aksi unjuk rasa yang dilakukan 22 Agustus 2019. Selanjutnya para terdakwa merencanakan aksi unjuk rasa lebih yang akan dilaksanakan Kamis, 28 Agustus 2019,” jelas jaksa.

Dalam aksi 28 Agustus, para terdakwa dan rekan lainnya membagi tugasnya. Berikut peran para terdakwa yang bertugas aksi yang disebut jaksa:

– Charles Kossay sebagai koordinator lapangan
– Ambrosius Mulait sebagai humas
– Mathius Wanda dan Elly Kossay sebagai penanggung jawab logistik berupa makanan dan minuman
– Tasya Mariam sebagai bendahara
– Mathius sebagai mengurus bagian kendaraan peserta aksi dan mobil komando
– Ricky Cuan sebagai mengurus spanduk, pengeras suara, poster, dan menyediakan bendera Bintang Kejora untuk dibagikan ke peserta aksi.

“Paulus Suryanta Ginting, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, dan Anes Tabuni menyepakati agenda unjuk rasa dengan tuntutan penolakan rasisme, penolakan kebijakan otonomi khusus Papua, menuntut hak menentukan nasib sendiri atau referendum, dan menuntut kemerdekaan Papua,” papar jaksa.

Dalam rapat itu, jaksa mengatakan, Isay ditunjuk sebagai penanggung jawab aksi dan menamai aksi sandi Komunitas Monyet Papua Jakarta. Sedangkan Ambrosius sebagai notulis mengirimkan hasil rapat di grup WhatsApp yang bernama Monyet Papua Jakarta.

“Pada 27 Agustus 2019, para terdakwa bersama Tasya rapat kembali di asrama Jayawijaya Lenteng Agung untuk mematangkan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara dan Mabes TNI AD,” kata jaksa.

Pada 28 Agustus 2019, jaksa mengatakan para terdakwa bersama beberapa koordinator wilayah persatuan mahasiswa dan pemuda Papua di Jakarta melakukan aksi di depan Istana Negara dan Mabes TNI AD. Mereka melakukan orasi secara bergantian yaitu sebagai berikut:

1. Meminta pemerintah Republik Indonesia melakukan referendum di Papua agar Papua menjadi Negara Papua Merdeka yang memisahkan diri dari Negara Republik Indonesia.

2. Menuntut diprosesnya orang-orang yang berbuat rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, menuntut kemerdekaan atau referendum bagi Papua atau diadakan referendum bagi Papua dengan maksud melepaskan wilayah Papua dan Papua Barat dari Indonesia dan mengibarkan bendera Bintang Kejora sebagai simbol Papua Merdeka.

“Bahwa tindakan para terdakwa sebagaimana disebut di atas merupakan perbuatan makar dengan maksud untuk memisahkan Papua dan Papua Barat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata jaksa.

Para terdakwa didakwa dengan Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *