Jika Masih Jadi Menteri, Susi Tak Bisa Berkutik Pada Luhut Pandjaitan

Jika Masih Jadi Menteri, Susi Tak Bisa Berkutik Pada Luhut PandjaitanLuhut Binsar Pandjaitan kembali masuk dalam jajaran menteri kabinet pemerintahan Joko Widodo periode 2019-2024. Luhut resmi menjadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Tentunya, area kerja kementerian yang ia pimpin akan lebih luas di Kabinet Indonesia Maju 2019-2024.

“Menko itu nanti punya kewenangan mengkoordinasikan, mengendalikan dan memiliki hak veto terhadap kebijakan kementerian,” ujarnya, Rabu (23/10) di Istana Negara.

Kebijakan kementerian yang bisa diveto oleh Menko, kata Luhut, yakni kebijakan yang bertentangan dengan arah kebijakan yang diambil di tingkat Menko. Perannya akan sangat banyak. Beberapa kementerian juga akan masuk dalam koordinasi Kemenko Kemaritiman.

Hal ini terjadi lantaran nanti nomenklatur Kemenko Kemaritiman akan berganti jadi Kemenko Kemaritiman dan Investasi.

Tentang hak veto ini juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang menegaskan bahwa dirinya memiliki hak veto atau hak untuk membatalkan kebijakan menteri di bawahnya.

“Presiden mengatakan, menko boleh mem-veto kebijakan menteri di bawahnya kalau dia itu bertindak sendiri,” ujar Mahfud saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (24/10).

Hal ini menarik untuk dicermati. Inikah alasan yang menjadi pertimbangan Jokowi. Jika Susi masih menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dengan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman di Kabinet Indonesia Maju, maka bisa dipastikan Susi tak akan bisa berkutik dengan perintah Luhut.

Mengingat selama masa tugasnya di Kabinet Kerja, Susi banyak berseberangan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang merupakan ‘atasannya’.

Ketidakharmonisan keduanya telah diketahui banyak pihak. Saling sindir juga kerap terjadi.

Di antara kebijakan-kebijakan Susi yang kurang mendapat respon dari Luhut adalah:

Cantrang

Melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan 2/2015 tentang Pelarangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Trawl dan Seine Nets, Susi melarang penggunaan segala jenis cantrang.

Namun, menurut Luhut, kebijiakan tersebut tak memberikan solusi.

“Kita jangan hanya larang, larang, larang, tapi tak ada solusi. Solusinya apa?” Hal itu pernah disampaikan Luhut pada peluncuran Program 1 Juta Nelayan Berdaulat di Telkom Hub, Jakarta, Senin (8/4)

Susi pun menanggapi, “Basi, saya tidak perlu komentar karena pembaca sudah cukup bahkan sangat mewakili KKP.”

Benih Lobster

Tentang Larangan Penangkapan atau Pengeluaran Lobster (termasuk benih lobster), Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah NKRI., yang terdapat pada Pasal 7 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan 56/Permen-KP/2016, Luhut juga menyampaikan kritikannya.

Peraturan tersebut sebaiknya direvisi sebab seharusnya budi daya benih lobster seharusnya jangan sampai dilarang.

Namun, Susi menanggapinya dengan keras.

“Ngawur. Di seluruh dunia pengambilan plasma nutfah dikategorikan sebagai kegiatan subversi berarti melanggar aturan negara yang paling keras. Di Indonesia punishment belum ada, tetapi kita sudah mulai menata dan mengatur agar benur-benur ini tidak diambil,” ujarnya.

Penenggelaman Kapal

Ini adalah ‘trade mark’ Susi. Namun, Luhut mengusulkan agar hal tersebut tidak terus-menerus dilakukan.

“Ya memang, apa yang dibuat Ibu Susi itu bagus, kita tenggelamin, harus ada shock therapy itu. Tetapi jangan sepanjang masa shock therapy. Capek juga orang nanti, akhirnya bosan. Sekarang what next?” ujar Luhut dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis (9/5) seperti dikutip Kompas.

Sebaiknya, Susi membangun fasilitas penangkaran ikan bagi para nelayan Indonesia sehingga pemanfaatan sumber daya alam di laut semakin optimal bagi mereka. Sayangnya Susi tidak menurut begitu saja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *