Mengurangi Beban Ekonomi, Pengebotan Asma Baiknya di Puskesmas

Sejalan dengan tujuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk memperkuat Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan primer di Indonesia, serta untuk meningkatkan sistem rujukan guna mengurangi beban ekonomi BPJS; AstraZeneca bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Project HOPE, dan Universitas Gadjah Mada melalui program Healthy Lung, mengidentifikasi kesenjangan dalam pengobatan asma di Puskesmas melalui penelitian formatif yang telah dilaksanakan tahun 2018. Pada tahun 2019, fase intervensi dimulai untuk mengatasi kesenjangan multidimensi di pusat kesehatan primer (Puskesmas) yang telah diselenggarakan di 71 Puskesmas di tiga kota.[penci_related_posts title=”You Might Be Interested In” number=”4″ style=”list” align=”none” displayby=”cat” orderby=”random”]

4,5% dari populasi di Indonesia menderita penyakit asma, dengan jumlah kumulatif kasus asma sekitar 11.179.032 penderita. Sementara itu, Survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan tahun 2015 mencatat bahwa penyakit paru-paru kronis adalah salah satu dari 10 penyebab kematian terbesar di Indonesia.

Diperkirakan bahwa Penyakit Tidak Menular (PTM) termasuk di dalamnya penyakit asma berkontribusi dalam beban ekonomi pada anggaran BPJS Kesehatan, dimana hal tersebut akan menjadi salah satu faktor yang memicu defisit BPJS sebesar Rp 28,5 triliun pada akhir tahun 2019. Penguatan peran Puskesmas dalam manajemen Asma diharapkan dapat membantu meningkatkan efisiensi biaya dan meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Menilik kondisi tersebut, AstraZeneca telah bekerjasama dengan beberapa pemangku kepentingan untuk meningkatkan tatalaksana asma melalui program intervensi Healthy Lung. Rizman Abudaeri, Direktur PT AstraZeneca Indonesia, menjelaskan: “Sebagai bagian dari rangkaian program Healthy Lung, kami bangga dapat bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Project HOPE untuk melakukan serangkaian kegiatan intervensi dalam mengatasi kesenjangan yang kami temukan dalam penelitian formatif kami sebelumnya, guna mendorong hasil yang lebih baik bagi pasien asma. Dengan perbaikan pelayanan asma di Puskesmas maka biaya layanan akan semakin efisien”

Fase pertama: Memahami kesenjangan tata laksana penyakit asma melalui penelitian formatif di Indonesia.

Berperan sebagai mitra strategis selama beberapa tahun, Project HOPE mendukung AstraZeneca dalam melakukan penelitian formatif yang telah dilaksanakan di Bandung, Jawa Barat (20 klinik); Bantul, Yogyakarta (27 klinik); dan Gowa, Sulawesi Selatan (24 klinik), untuk mengatasi kesenjangan pengobatan asma tahun lalu. Penelitian ini menemukan 5 kesenjangan multidimensi dalam hal tata laksana asma di Puskesmas, yang meliputi: (1) Pendidikan dokter umum tentang Tata Laksana Asma baik itu tentang penyakit maupun terapi; (2) Pendistribusian pedoman asma dari Departemen Kesehatan; (3) Mengembangkan buku Pasien Asma dan melakuan program train the trainer; (4) Pendampingan Klinis oleh Pulmonolog; (5) Ketersediaan obat-obatan dan infrastruktur.

Fase kedua: Melanjutkan dengan program intervensi guna mengatasi temuan kesenjangan tata laksana asma hasil dari penelitian formatif.

Selanjutnya, Project Hope terus kembali melanjutkan program intervensi percontohan, sebuah upaya kolaborasi bersama dengan Dinas Kesehatan yang dilakukan di Bandung, Jawa Barat (20 klinik); Bantul, Yogyakarta (27 klinik); dan Banjar, Kalimantan Selatan (24 klinik). Program intervensi ini telah diluncurkan sejak Januari tahun ini, dan data telah direkam sejak April.

Kegiatan intervensi telah dilakukan dengan mengadakan pertemuan pemangku kepentingan dan kolaborasi di tingkat kabupaten untuk mengatasi beberapa hal dengan (1) ketersediaan infrastruktur dan obat-obatan yang tepat; (2) meningkatkan pengetahuan dokter umum tentang penyakit asma dan terapi pengobatan terbaru; (3) melakukan refreshment SOP manajemen asma berdasarkan buku pedoman dari Kementerian Kesehatan; (4) mengembangkan buku panduan edukasi, komunikasi, dan konseling bagi pasien asma; serta (5) menyediakan bimbingan klinis yang diberikan oleh dokter spesialis paru.

Peningkatan yang dialami berdasarkan hasil dari program intervensi

Sampai saat ini, program intervensi meningkatkan pengetahuan lebih dari 500 tenaga kesehatan yang telah menjalani pelatihan klinis dan lebih dari 4000 pasien dilatih untuk taat terhadap tata laksana pengobatan. Menilik pada hasil intervensi selama lima bulan (April hingga Agustus) di tiga kabupaten, ada peningkatan sebesar 0,6x atas pasien asma yang tetap datang ke Puskesmas. Namun, 90% pasien asma masih tidak terkontrol dan terkontrol sebagian, dengan hanya sekitar 10% yang terkontrol sempurna. Program intervensi juga menemukan bahwa sebagian besar pasien asma yang datang ke Puskesmas berada dalam usia produktif dengan 20% usia sekolah (6-19 tahun) dan 46% pada usia kerja (20-55 tahun).

“Hasil dari program intervensi ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk menyediakan solusi bagi pengobatan asma di Puskesmas Indonesia. Project HOPE akan mengembangkan suatu “Project Learning” sebagai hasil dari program intevensi. Project Learning akan mencakup tujuan intervensi, yaitu untuk meningkatkan status kendali asma di tingkat Puskesmas yang bertujuan untuk mengurangi angka rujukan pasien ke rumah sakit, dengan menunjukkan bahwa Puskesmas mampu mengobati pasien pada saat tindakan medis pertama. Sebagai langkah selanjutnya, kami akan terus melibatkan Kementerian Kesehatan, AstraZeneca, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan program ini ke kota dan kabupaten lain sebagaimana diperlukan,” kata Country Representative of Project HOPE Indonesia; Agus Soetianto, MIPH., MHM.[penci_related_posts title=”You Might Be Interested In” number=”4″ style=”grid” align=”none” displayby=”recent_posts” orderby=”random”]

Bandung, sebagai kota ke-3 dengan jumlah pasien asma tertinggi di Indonesia, telah mengalami perubahan yang positif di Puskesmas yang ditargetkan. dr. Rosye Arosdiani Apip, M.Kom; Kabid P2P Dinkes Kota Bandung, menjelaskan: “Kami menemukan bahwa banyak pasien asma pergi langsung ke rumah sakit daripada mengunjungi Puskesmas terlebih dahulu, dengan harapan mendapatkan pengobatan asma yang lebih baik daripada di Puskesmas. Dengan meningkatkan pelayanan terhadap pasien asma selama program intervensi dilaksanakan, pasien yang menggunakan obat controller inhalasi menunjukan peningkatan status asma terkontrol dibandingkan dengan pasien yang menggunakan terapi oral. Kami juga menemukan bahwa, selama kegiatan intervensi, pasien yang tidak dirujuk ke rumah sakit berkecenderungan meningkat. Hal ini sejalan dengan tujuan kami untuk meningkatkan pengobatan asma di Puskesmas Bandung.”

Selain itu, bertepatan dengan acara tahunan Healthy Lung Summit, AstraZeneca juga akan memberikan pembaharuan terkini dan kelanjutan dari kerangka kerja program “Healthy Lung” di seluruh Asia. Melanjutkan kesuksesan Program Healthy Lung, hari ini AstraZeneca dan Business Sweden — Dewan Perdagangan & Investasi Swedia menyelenggarakan Healthy Lung Summit, untuk menyatukan para Satuan Tugas Healthy Lung dari delapan negara di Asia, serta para ahli internasional dan Swedia guna membahas perkembangan dan penyusunan strategi untuk tahun 2020.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *