Kualitas Demokrasi Turun, Masyarakat Sipil Tuntut 12 Perbaikan

Kualitas Demokrasi Turun, Masyarakat Sipil Tuntut 12 PerbaikanAliansi Masyarakat Untuk Keadilan dan Demokrasi (AMUKK) menilai demokrasi di Indonesia sedang berada di ujung tanduk.

Pratiwi Febri, perwakilan AMUKK mengatakan indikator penurunan demokrasi ini dilihat dari aspek perlindungan hak asasi manusia, supremasi hukum, kebebasan, dan partisipasi sipil yang kian menurun.

Untuk itu, AMUKK yang terdiri dari Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Gusdurian Jakarta, LBH Jakarta, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Sindikasi, dan Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut pemerintah agar mengembalikan kedaulatan demokrasi di tangan rakyat.

“Dan buka selebar-lebarnya pintu-pintu partisipasi serta kebebasan sipil, tingkatkan transparansi dan akuntabilitas kerja-kerja pemerintah dan DPR juga partai politik,” kata Pratiwi Febri, dalam konferensi pers di Jakarta pada Ahad, 15 September 2019.

Kedua, AMUKK menuntut adanya pembangunan demokrasi ekonomi rakyat berdaulat yang menjamin pemerataan, keadilan sosial, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Ketiga, menolak investasi yang berpotensi merusak lingkungan, melanggengkan perbudakan, merampas tanah-tanah rakyat, merusak budaya serta adat dan mengorbankan kepentingan rakyat.

“Keempat, perkuat agenda pemberantasan dan penindakan korupsi dengan menghentikan pembahasan revisi Undang-undang KPK dan membatalkan pengangkatan lima komisioner KPK RI 2019-2024 terpilih,” kata Tiwi.

Kelima AMUKK menuntut perbaikan reformasi TNI dan Polri. Yaitu, menolak keterlibatan TNI di ranah sipil seperti masuk ke kementerian. Keenam, mengaudit dan menghentikan seluruh bisnis TNI dan Kepolisian.

Selain itu, AMUKK juga menuntut agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Masyarakat Adat, RUU Konservasi Ekosistem dan Sumber Daya Alam, RUU Perlindungan Data Pribadi, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga segera disahkan.

Delapan, mempercepat pembentukan pengadilan HAM ad hoc untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dan pembentukan pengadilan HAM untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa kini;

Sembilan, menolak perumusan undang-undang yang menjadi predator kehidupan rakyat dan lingkungan serta membuka ruang partisipasi bagi keterlibatan masyarakat dengan mengedepankan prinsip penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM.
“Yang berkeadilan gender, berpihak pada korban dan potensial korban, serta non diskriminasi,” kata Tiwi.

Dia mengatakan, AMUKK menuntut sistem perlindungan terhadap kelompok minoritas dan rentan yaitu agama dan kepercayaan minoritas, kelompok adat, disabilitas, perempuan dan anak, LGBTI, lansia, ras dan etnis minoritas.

Tiwi juga menjelaskan AMUKK meminta agar dijalankannya TAP MPR No IX/ Tahun 2001 tentang Reforma Agraria dan Sumber Daya Alam.

“Terakhir, hapuskan dan batalkan pasal-pasal serta peraturan perundang-undangan yang menghambat kebebasan pers, kemerdekaan berpendapat dan berekspresi, serta kemerdekaan mimbar akademik,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed