GEMPAR Desak Ketua KPU Lombok Tengah Dicopot

GEMPAR Desak Ketua KPU Lombok Tengah DicopotPuluhan masa yang menamakan dirinya Gerakan Masyarakat Peduli Demokrasi (GEMPAR) menggeruduk kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2019). Masa mendesak agar DKPP mencopot Ketua dan anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat (NTB) di copot dari jabatannya

Anggota Presidum Gerakan Masyarakat Peduli Demokrasi Dedi Setiawan menuturkan KPU Lombok Tengah sudah tidak profesional, jujur dan adil dalam menyelenggarakan pemilihan legislatif 2019.

Menurut Dedi, pelanggaran-pelanggaran itu antara lain. Pertama, pleno rekapitulasi suara desa Ketara di tingkat kecamatan tetap dilanjutkan meski tidak dihadiri oleh saksi-saksi dan panitia pemilihan kecamatan (PPK) kecamatan Pujut menolak keberatan saksi-saksi. Ini masuk pelanggaran pasal 22 ayat 2 dan 10 PKPU No 4 tahun 2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum

Kedua, KPUD kabupaten Lombok tengah tidak berani membuka kotak suara pada saat pleno rekapitulasi suara ditingkat kabupaten karena adanya interfensi Kepala Desa ketara. (Pelanggaran Pasal 52 ayat 2 dan 10 PKPU No 4 tahun 2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum)

Ketiga, KPU kabupaten Lombok tengah tidak menaruh form DB2 keberatan saksi yang dibuat oleh saksi dan KPU kabupaten di kotak hasil pleno kabupaten yang dibawa ke provinsi sehingga form DB2 keberatan saksi tidak bisa dibahas di pleno rekapitulasi provinsi NTB. (Pelanggaran Pasal 50 ayat 2 PKPU No 4 tahun 2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum)

Keempat, pembukaan Kotak suara dan pengambilan Form C1 Plano pasca rekapitulasi Nasional tanpa pengawasan dari pihak Bawaslu Daerah dan kepolisian. Dan setelah diambil Form C1 Plano tersebut belum dikembalikan. (Pelanggaran Pasal 51 PKPU No 4 tahun 2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum)

“Kami keberatan atas sikap dan keputusan KPUD Lombok Tengah yang dianggap semenang-menang sebagai penyelenggara pemilihan umum 2019. Padahal kalau dipikir, tindakan tersebut masuk kategori pelanggaran pemilu, terutama Pasal 22 ayat 2 dan 10 PKPU No 4 tahun 2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum”, tegasnya.

Dedi menjelaskan, masyarakat menyampaikan ke kami bahwa ketua KPU dan kroni-kroninya terindikasi menerima aliran dana suap puluhan juta rupiah yang melibatkan beberapa caleg yang di wilayah kerja KPU Lombok Tengah. Bagi kami, kasus suap seperti ini merupakan tindakan yang merusak penyelenggaraan demokrasi dan penodaan kemurnian proses demokrasi. Penyelenggara pemilu yang melacuri kaidah demokrasi adalah bentuk pengkhianatan penyelenggara Negara terhadap Negara”, tegas Dedi.

Senada dengan itu, Fizi Koordinator Presidium GEMPARmengatakan, penyelenggara pemilu mestinya memperlakukan peserta pemilu secara adil dan terbuka. Itu Sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa dalam menyelenggarakan pemilu, penyelenggara pemilu harus melaksanakan pemilu berdasarkan asas dan penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip, mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, akuntabel, efektif dan efisien.

“Oleh karena itu, kejadian seperti ini tidak boleh dibiarkan dan harus segera diproses untuk tetap menjaga kemurnian lembaga penyelenggara pemilihan umum dan proses demokrasi”, ungkap Fizi.

Selain itu fizi menegaskan, GEMPAR mendesak DKPP RI mencopot Ketua dan anggota KPU Lombok Tengah dan kroni-kroninya atas dugaan keterlibatannya dalam berbagai pelanggaran fatal yang mengarah ke tindakan kecurangan Pemilu 2019 di wilayah kerjanya. Kami juga mendorong KPK RI untuk menyelidiki indikasi keterlibatan Ketua KPU Lombok Tengah dan kroni-kroninya, karena menerima dana suap dari beberapa caleg peserta pemilu 2019, dengan tujuan pengamanan dan penggelembungan suara”, pungkas Fizi.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *