Layanan Perizinan Usaha Masih Dihantui Praktik KKN

Layanan Perizinan Usaha Masih Dihantui Praktik KKNPertarungan memperoleh pekerjaan yang kian sulit mendorong sejumlah lulusan perguruan tinggi banting stir menjadi usahawan atau entrepreneur muda dengan memasuki dunia Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), seperti usaha pariwisata, hotel dan restoran.

Tidak jauh beda dengan visi misi pemerintah, pengembangan usaha berbasis masyarakat muda, terus didorong untuk berkembang.

Hanya saja di tingkat praktik, para kaum millennial atau kaum muda itu merasa dibenturkan dengan ganjalan praktik-praktik yang tidak fair.

Salah seorang pegiat usaha di bidang pariwisata, hotel dan restoran, Simeon Fernandes Marolop Sianipar menceritakan, betapa sulit mengurus perizinan usaha.

Di Jakarta dan beberapa daerah, beber dia, jika memiliki kedekatan dengan pejabat yang mengurus izin atau mampu menyediakan uang dalam jumlah gede bisa cepat selesai. Sedangkan yang patuh dan taat mengikuti aturan, malah dipersulit dan berbelit-belit.

“Kita patuh, malah dipersulit. Kami menyaksikan percaloan dan praktik KKN masih subur. Ini nyata terjadi saat kami mengurusi ijin usaha kami,” tutur Simeon.

Untuk usaha restoran yang dirintisnya bersama kawan-kawannya selama tiga tahun terakhir ini, per satu outlet mempekerjakan sebanyak 30 orang tenaga kerja.

Jika harus dibebankan dengan berbagai praktik tidak fair yang tidak perlu, maka para kaum muda akan ogah menjadi pengusaha. Dia berharap pemerintah memberikan perhatian khusus bagi kalangan muda yang mau dan berusaha dalam sektor UMKM. Terutama dalam hal ketersediaan bahan-bahan kebutuhan restoran, menurut dia, tiap hari mengalami fluktuasi yang membuat pengusaha muda gelagapan.

“Misalnya, penghasilan per bulan yang tadinya bersih bisa Rp 20 juta, anjlok menjadi Rp 10 juta. Nah, pastinya ini akan berpengaruh pada penggajian karyawan kita. Penghasilan karyawan pun turun, yang kemudian berdampak pada protes-protes. Ini sangat tidak enak kondisinya. Pemerintah perlu melindungi dan membantu kami loh. Jangan yang sudah kakap malah terus-terusan dilindungi sementara kami diabaikan atau malah dimatikan,” protesnya.

Pria semasa mahasiswa mengambil jurusan Fakultas Hukum ini mengaku loyal dalam membayar pajak. Besaran pajak 10 persen rutin disetornya kepada pemerintah.

“Nyatanya, kita enggak tahu lagi apakah ada pengaruhnya pajak yang dipungut itu dengan pembenahan dan perlindungan usaha millennial ini,” kata Simeon.

Dia mengingatkan, dari usaha yang dikerjakannya, paling tidak ada sebanyak 300 orang yang bekerja dan menghidupi keluarganya sehari-hari. Potensi ini seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah. Restoran beroperasi mulai jam 11 pagi hingga jam 12 malam, dengan sistem kerja dua shift.

“Kami saja memiliki karyawan sekitar 300-an orang, bagaimana dengan teman-teman pengusaha milenial lainnya? Mungkin bisa jutaan lapangan kerja tersedia,” bebernya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *