Jejak Orang Jawa di Kaledonia Baru Masa Hindia Belanda

Jejak Orang Jawa di Kaledonia Baru Masa Hindia BelandaRibuan penduduk Jawa diangkut menggunakan kapal oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Kaledonia Baru akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Mereka diangkut ke Kaledonia Baru untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan yang ada di sana.

Pengangkutan penduduk Jawa pertama kali dilakukan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1896 silam. Kala itu ada 170 orang Jawa yang sebagian besar berasal dari Jawa Tengah seperti Magelang diangkut dengan kapal mengarungi Samudera Pasifik.

Penulis buku ‘Imigrasi Orang Jawa ke Kaledonia Baru dari Tahun 1896-1950’, Fidayanti Muljono Larue, mengatakan penduduk Jawa generasi pertama sampai di lautan Kaledonia Baru pada 15 Februari 1896. Sesampainya di sana mereka discreening.

“Mereka sampai di laut depan New Caledonia (Kaledonia Baru) 15 Februari 1896. Tapi mereka belum diizinkan menginjak tanah Kaledonia karena harus discreening lagi, discreening kesehatan dan lain sebagainya oleh Pemerintah Prancis,” katanya.

Hal itu disampaikan Fidayanti kepada detikcom usai mengisi diskusi buku ‘Imigrasi Orang Jawa ke Kaledonia Baru dari Tahun 1896-1950’ di Auditorium Institut Francais Indonesia (IFI) Yogyakarta, Jalan Sagan No 3 Yogyakarta, Kamis (20/6/2019).

Fidayanti menerangkan, kala itu Kaledonia Baru memang di bawah kependudukan Prancis. Oleh karenanya, penduduk Jawa yang diangkut ke Kaledonia Baru diwajibkan menjalani screening agar penduduk yang menginjakkan kaki di Kaledonia ‘bersih’.

“Jadi mereka (penduduk Jawa generasi pertama yang diangkut ke Kaledonia) baru menginjakkan kaki 16 Februari 1896, kemudian mereka ditaruh di semacam tempat di mana nantinya semua orang yang memesan orang Indonesia (Jawa) akan datang,” tuturnya.

Rupanya pengiriman penduduk Jawa ke Kaledonia Baru terus berlanjut hingga tahun 1943. Fidayanti memperkirakan ada sekitar 20 ribu penduduk Jawa yang berhasil diangkut Pemerintah Hindia Belanda ke kapulaan yang kini masuk wilayah Prancis ini.

Penduduk Jawa tersebut, lanjut Fidayanti, memang sengaja dikirim oleh Pemerintah Hindia Belanda. Sebab, pemerintah Hindia Belanda kala itu ketakutan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa. Mereka khawatir bila orang-orang Jawa memberontak.

“Juga karena kelaparan (di Jawa). Karena (di Jawa) ada cultuur stelsel di mana sawah dijadikan kebun, mereka kekurangan makan, jadi mereka kelaparan. Karena kelaparan (dikhawatirkan) mereka berontak. Sebelum berontak dikirim saja,” ulas Fidayanti.

Meski puluhan tahun dipekerjakan di Kaledonia Baru. Namun ketika mendengar wilayah Hindia Belanda merdeka dan berganti nama menjadi Republik Indonesia, ribuan orang-orang Jawa di Kaledonia Baru memutuskan kembali ke Jawa sekitar tahun 1948.

Akan tetapi, tidak semua orang-orang Jawa tersebut berhasil kembali. Sebagian dari mereka ada yang memilih tetap tinggal di Kaledonia Baru. Kemudian juga masih banyak keturunan Jawa yang sengaja ditinggal oleh orang tuanya sendiri.

“Ada penduduk Jawa yang balik (ke Indonesia) tapi tidak bisa membawa anak-anaknya karena nggak punya uang, karena kalau pulang harus mengeluarkan uang. Jadi anak-anak itu ada yang dititipkan, ditinggal di sana dan segala macam,” ujarnya.

Kini, kata Fidayanti, masih ada sekitar 3 ribuan warga keturunan Jawa di Kaledonia Baru. Berbeda dengan nenek moyangnya yang menjadi pekerja kasar, kini mereka juga bekerja di berbagai lini. Bahkan kini ada warga keturunan Jawa yang menjadi wali kota.

“Saat ini mereka sudah menduduki status yang sama dengan penduduk sana, penduduk Prancis. Ada yang dokter, ada yang suster, ada yang memiliki perusahaan sendiri. Di sana juga ada toko-toko yang jual produknya Indonesia kayak supermi,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *