Semua Penikmat BLBI Harus Diproses Hukum!

Semua Penikmat BLBI Harus Diproses Hukum!Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan mantan pemilik PT Bank Dagang Nasional Indonesia Sjamsul Nursalim (SN) bersama istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim sebagai tersangka kasus Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI).

“Penanganan kasus ini harus jadi pintu masuk untuk membuka kembali para pengguna BLBI, baik bank-nya ditutup atau direkap atau di-take over pemerintah,” tegas President Director Center for Banking Crisis (CBC), Achmad Deni Daruri kepada redaksi, Selasa (11/6).

Termasuk, lanjut Deni, pengguna BLBI yang menyelesaikan dengan skema Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA), MRNI atau APU.

KPK mestinya tidak hanya berhenti pada SN dan istrinya. Semua pengguna BLBI harus diselidiki ulang secara transparan.

“Seperti Antony Salim, Eka Cipta, Usman Wijaya dan lain-lain. Jangan sampai terkesan KPK beraninya hanya dengan SN dan istrinya,” ujarnya.

Deni menekankan, penangkapan ini jangan sampai terkesan ada pesanan khusus dari pihak lain.

Sebab, merujuk audit BPK menunjukkan 90 persen dana BLBI disalahgunakan oleh semua bank penikmat BLBI saat itu.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menjelaskan, kasus ini bermula saat BPPN dan Sjamsul menandatangani penyelesaian pengambilalihan pengelolaan BDNI melalui MSAA pada 21 September 1998.

Dalam MSAA tersebut disepakati bahwa BPPN mengambil alih pengelolaan BDNI dan Sjamsul Nursalim sebagai pemegang saham pengendali sepenuhnya bertanggung jawab untuk menyelesaikan kewajibannya baik secara tunai ataupun berupa penyerahan aset.

Secara total, kewajiban Sjamsul selaku pemegang saham pengendali BDNI adalah Rp 47,258 triliun. Kewajiban tersebut dikurangi dengan aset sejumlah Rp 18,85 triliun, termasuk di antaranya pinjaman kepada petani petambak sebesar Rp 4,8 triliun.

Aset senilai Rp 4,8 triliun ini dipresentasikan SJN seolah-olah sebagai piutang lancar dan tidak bermasalah.

“Namun, setelah dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet sehingga dipandang terjadi misrepresentasi,” kata Syarif.

KPK menjerat SN dan istrinya dengan pelanggaran Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP 10.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *