Alasan Warga Desa Kembalikan Bingkisan Lebaran PT RUM

Alasan Warga Desa Kembalikan Bingkisan Lebaran PT RUMMenjelang Hari Raya Idul Fitri tahun ini, PT RUM mengirim bingkisan khas Hari Lebaran ke desa-desa yang ada di sekitar area pabriknya. Namun warga di tiga dukuh itu pun mengembalikan kembali bingkisan tersebut dengan mengantarkannya langsung ke PT RUM pada Senin (3/6/2019) kemarin.

Pengembalian bingkisan tersebut karena kasus limbah PT RUM yang baunya merebak sampai ke desa-desa. Tiga dukuh mengembalikan bingkisan ini, yakni Dukuh Kenteng, Desa Pengkol; Dukuh Ngrapah dan Dukuh Tawangkrajan, Desa Gupit. Ketiga dukuh itu berada di Kecamatan Nguter.

Sejak Oktober 2017, warga Sukoharjo yang tinggal di sekitar PT Rayon Utama Makmur (RUM) harus menutup hidungnya akibat bau menyengat yang timbul akibat aktivitas pabrik PT RUM.

Warga sampai saat ini harus mencium bau busuk yang bikin mereka mual, pusing, dan semaput karena limbah pabrik yang memproduksi serat rayon untuk kepentingan industri tekstil dan garmen ini.

PT RUM diduga melanggar izin lingkungan, mereka memproduksi gas berbahaya karbon disulfida yang nihil dibahas dalam AMDAL pendirian pabrik. Meski mengaku telah berusaha memperbaiki pengolahan limbah pabrik, namun tetap saja warga masih merasakan bau tak sedap tersebut.

Sutarno Ari Suwarno, penasihat Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Sukoharjo mengatakan bingkisan ini tak mengobati rasa sakit hati dan kekecewaan mereka akibat menghirup udara yang tak lagi segar di pemukiman mereka.

“Karena PT RUM enggak memperdulikan warga, beberapa kali disomasi, unjuk rasa tetapi selalu diabaikan [tuntutannya],” ujar Sutarno kepada reporter, Selasa (4/6/2019).

Menurut Sutarno bingkisan seperti ini tak diinginkan warga tiga dukuh tersebut. Warga hanya menginginkan mereka bisa kembali menghirup udara segar, tanpa polusi yang timbul akibat produksi yang dilakukan anak usaha dari PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia.

“Warga tak menginginkan dikasih bingkisan berupa apapun kecuali hanya minta dikembalikannya udara yang segar, agar bisa bernafas dengan lega,” jelas Sutarno.

Warga, kata Sutarno tak menuntut macam-macam seperti menutup pabrik. Yang diinginkan warga hanyalah bau yang timbul akibat limbah produksi PT RUM bisa hilang. Selama bau itu masih ada tercium hidung, warga tak berhenti untuk menggugat.

“Mereka selalu beralasan memperbaiki alat, harusnya kalau memang itu masih mengganggu masyarakat, menimbulkan bau harusnya dibersihkan dulu, perbaiki mesinnya, atau bahkan mengganti produksinya. Sampai saat ini tidak ada perubahan,” tukas Sutarno.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed