Hoax Masih Jadi Ancaman Pilpres 2019

Hoax Masih Jadi Ancaman Pilpres 2019Untuk menangkal hoax dan sosialisasi Pemilu damai sebenarnya menjadi tugas penyelenggara negara, capres, caleg, bersama masyarakat.

Ketua Bidang Teknologi Terapan DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Abdul Hakam Nagib mencontohkan, hal termudah yang bisa dilakukan dengan menampilkan keharmonisan makan bersama atau bersenda gurau antara para capres atau caleg yang berbeda kubu di depan publik.

“Misalnya saat Prabowo dan Jokowi berpelukan, atau ketika atlet Hanifan memeluk Jokowi dan Prabowo usai meraih medali emas Asian Games, kemudian saat Prabowo dan Jokowi berkuda bersama, dan saat Sandiaga bersalaman dengan Amin Ma’ruf. Pemandangan itu pastinya membuat kita nyaman dan teduh melihatnya,” ujar caleg DPR yang pernah aktif di Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Aachen, Jerman ini.

Para elit politik juga berkontribusi besar meredam suasana di masyarakat yang mulai memanas, terutama mendekati hari H Pemilu.

Karena itulah para caleg harus mampu memberikan contoh positif saat berkampanye atau ketika blusukan menemui masyarakat. Sikap elit politik dalam bertutur kata bisa menjadi contoh bagi pendukungnya.

Apabila masyarakat merasa damai dan tentram karena melihat para elit politik yang didukung juga terlihat harmonis, maka Pemilu 2019 yang damai akan terwujud.

“Yang namanya pesta harusnya bahagia, namun hanya karena statement dari satu kalangan elit justru menimbulkan kegaduhan. Padahal sebelumnya kita semua sudah sepakat untuk Pemilu damai. Namun kemudian dari sebuah statement yang nyinyir justru memunculkan kegaduhan baru yang diikuti dengan meme dan sindiran-sindiran”, ujar Abdul.

Caleg juga harus memperluas wawasan akan isu terkini termasuk informasi terakhir yang berkembang. Jika perlu menurut dia, anta caleg secara intens melakukan komunikasi dengan pihak DPP parpolnya agar tidak salah arah.

Sebab masyarakat sekarang cenderung mudah terbawa hoax. Salah satu penyebab masyarakat dengan mudah menerima begitu saja hoax adalah rendahnya tingkat pendidikan.

“Di waktu yang tersisa kini hingga tanggal 17 April 2019 dan sesudahnya, ayolah kita ciptakan sesuatu yang damai, aman dan sejuk. Kita ingin politik yang sejuk, bermartabat dan damai. Jadi siapapun yang terpilih itulah yang terbaik dan merupakan pilihan rakyat,” pintanya.

Abdul menambahkan perkembangan media sosial memang tidak bisa dibendung. Tetapi media mainstream seperti televisi (TV) masih banyak menjadi acuan. Sehingga dengan adanya tayangan dari media mainstream justru dinilainya menjadi patokan utama fakta atau tidaknya sebuah kabar.

“Kita akhiri sajalah semua yang berbau hoax dan kalimat nyinyir, apalagi statement tak bermutu, yang dijadikan perdebatan. Lebih baik kita adu program dan fakta saja,” ujar Abdul yang maju dari Dapil Jawa Tengah VII (Banyumas-Cilacap).

Namun berkaca dari Pemilu 2014 lalu, ia optimistis Pemilu 2019 juga akan berlangsung damai. Sebab menurut dia, pada dasarnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beradab.

“Saya yakin pemilu 2019 akan berjalan damai, sebab di 2014 saja pemilu bisa damai. Apalagi aparat keamanan dan intelijen pastinya sudah mulai bekerja dan melakukan warning,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *