Hadapi Proxy War, Indonesia Harus Lakukan Langkah Ini

Hadapi Proxy War, Indonesia Harus Lakukan Langkah IniDalam kaca mata ekonomi, Proxy war jika dilihat dari perdagangan internasional, maka negara diharapkan dapat mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan sesedikit mungkin risiko yang didapat. Uang yang ditanamkan investor, dikelola oleh pihak lain yaitu manajer, ketika yang diharapkan investor berbeda oleh manajer, dalam memutuskan investasi yang akan dilakukan adalah assymetry information yang akan meningkatkan cost dalam perdagangan.

Hal tertulis tadi adalah pandangan yang ditekankan oleh Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr. Nazaruddin Malik, M.Si. dalam sebuah acara refleksi akhir tahun dari UMM untuk bangsa yang digelar Program Studi Ilmu Hubungan Internasional UMM dengan Laboratorium Kajian Hubungan Internasional, Komunitas Kajian Keamanan Global dan Terorisme (K3GT) HI UMM.

“Kita jangan hanya tertekan dengan istilah ini (proxy war), namun perlu bertindak secara realistis demi kemakmuran bangsa ini,” kata Nazzar.

Lebih dari itu, Nazarruddin mengurai apa saja upaya strategis yang diperlukan agar bangsa ini semakin maju, kuat, bersatu dan mandiri secara ekonomi, terutama terkait mendistribusikan ekonomi yang luas. Menurutnya, hal pertama yang dilakukan adalah terpenuhinya sumber sumber daya manusia, Kedua adalah teknologi. Ketiga adalah kegiatan konsumsi. Keempat adalah kegiatan berinvestasi. Kelima adalah kegiatan regulasi dari pemerintah.

Selain itu pemerintah juga berfungsi untuk memberikan anggaran untuk memperbaiki infrastruktur. Keenam adalah kegiatan ekspor-impor dimana jumlah produksi sama dengan konsumsi. Semua unsur proxy di atas berdampak pada assymetry information.

Selain assymetry information, Nazzar menggarisbawahi efisiensi biaya transportasi dan permodalan adalah yang terpenting. “Intinya semakin susah akses transportasi maka biaya yang dikeluarkan lebih tinggi. Modal tidak hanya berbicara mengenai uang tapi manusia, teknologi, kemampuan manajemen, dan motivasi. Jika semuanya terpenuhi maka akan melahirkan produksi yang berkualitas.” imbuhnya.

Indonesia dalam menghadapi kemungkinan ancaman proxy war harus terus memperkuat sektor ekonomi dan produksi. Selain itu juga program pengurangan kesenjangan ekonomi dan pembangunan perlu ditingkatkan. “Pemerintah saat ini sedang mengupayakan hal yang positif, tinggal kita dukung terus upaya positif mereka, namun kita juga tetap wajib memberikan catatan kritis yang membangun jika pemerintah tidak menjalankan amanat UU dan kepentingan rakyat,” pungkas Nazzar.

Dalam kesempatan berbeda, menurut Anggota Gugus Tugas Nasional Revolusi Mental, Ahmad Mukhlis Yusuf berpendapat jika upaya refleksi akhir tahun tersebut adalah salah satu upaya para akademisi dan para ahli dibidangnya untuk menjaga kepentingan nasional bangsa ini, apalagi menurut Mukhlis, Refleksi akhir tahun yang digalakkan oleh kampus didasari pada semangat Gerakan Indonesia Mandiri dan Bersatu.

Selain itu menurutnya, refleksi tersebut sebagai inisatif pihak universitas untuk mencapai salah satu tujuan Revolusi Mental yakni mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkepribadian yang kuat. “Revolusi Mental seutuhnya gerakan yang punya tujuan, dan untuk mencapainya itu, siapapun bisa terlibat di dalamnya,” kata Mukhlis di Jakarta, Senin, (31/12/2018).

Acara refleksi akhir tahun itu merupakan acara tahunan yang diselenggarakan pada akhir bulan Desember tiap tahunnya. Dengan konsep round-table discussion ini, diisi dengan penyampaian berbagai pandangan dari berbagai pakar terkait isu-isu ancaman keamanan terkini. Hadir di antaranya beberapa pakar dan tokoh Militer yakni, Dr. Rinikso Kartono, M.Si, Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si, Yunan Syaifullah, M.Sc.; Dr. Dr. Sulardi, M.Si; Rachmad Kristiono Dwi Susilo, Ph.D; Dr. Ir. David Hermawan, M.P. Dr. Asep Nurjaman, M.Si. Dr. Saiman, M.Si. Sugeng Winarno, MA; Saifuddin, M.Kom.; Gonda Yumitro, MA serta Komandan Korem 083 Baladhika Jaya Kol. Inf. Bagus Suryadi.

Para pakar tersebut menyampaikan pemaparan dan pandangannya terkait isu-isu keamanan kontemporer di antaranya keamanan pangan dan pertanian, keamanan kesehatan, isu lingkungan, politik dan keamanan nasional, media dan teknologi cyber, serta isu Islam dan terorisme dari berbagai perspektif keilmuan. Selain itu, juga digelar Deklarasi Gerakan Indonesia Anti Adu Domba (#Geraiduda) sebagai bentuk komitmen sivitas akademika UMM terhadap segala upaya provokasi dan adu domba untuk memecah belah kesatuan bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *