Tahapan 3 Calon Rektor Unpad Gaduh, MWA Didesak Bikin Tim Investigasi

Tahapan 3 Calon Rektor Unpad Gaduh, MWA Didesak Bikin Tim InvestigasiIbarat gelaran dramaturgi, munculnya 3 calon rektor Unpad (Universitas Padjadjaran) 2019 – 2024  Obsatar Sinaga, Aldrin Herwany, dan Atip Latipulhayat, semakin gaduh. Gerangannya, Obsatar Sinaga, ‘mendadak’ dilanda isu KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) terhadap mantan isterinya yang terjadi 16 tahun lalu.  

Mereaksi isu ‘miring’ ini pada Jumat, 28 September 2018 telah berlangsung diskusi ‘gempungan’ – mempertanyakan kinerja MWA (Majelis Wali Amanat) Unpad. Pesertanya, mayoritas alumni  senior Unpad yang terafiliasi pada berbagai organisasi kemasyarakatan di Jawa Barat. Hadir di antaranya,  Dindin S Maolani, Memet Hamdan, Andri Kantaprawira, Muslim Mufti, Buky Wibawa, Mansur ‘Uung’ Ahmad, Henda Surwenda Atmaja, Avi Taufik, Sapta, Ifi Afiat, Tatang Setiawan, Irwan Muchtar, Acil Bimbo, dan lainnya. 

Mengapa meloloskan calon rektor yang punya rekam jejak kasus KDRT? Bukankah institusi Unpad melekat dengan unsur atikan (pendidikan)? Apa jadinya bila pimpinan lembaga pendidikan kebanggaan warga Jabar, pernah tersandung kasus moral dan etika?   Begitu, sebagian lontaran dari peserta gempungan ini yang juga beberapa di antaranya berusaha menetralisir polemik ini, demi mencari jalan keluar terbaik. 

Tim Investigasi

Dalam keterangan pers hari itu di GIM, Dindin S Maolani mendeskripkan sikap hasil gempungan ini, mengerucut, mempertanyakan kinerja MWA, serta  desakan segera membentuk tim investigasi.

Ngapain saja selama ini mereka bekerja? Kami akan segera menemuinya. Terkait, apakah kasus ini sudah kadaluarsa?” seru Dindin sambil mengatakan –“Terjadi KDRT ini janganlah disepelekan karena telah membawa nama Unpad. Munculnya kembali kasus ini dari mantan isterinya, janganganlah diabaikan.”

Lebih lanjut, Dindin dalam pengakuannya sudah kontak dengan mantan istri Obsatar Sinaga, melalui suaminya yang membenarkan perihal suratnya ke MWA termasuk ke Presiden Jokowi beberapa waktu lalu yang kini sudah tersebar di berbagai platform media massa. Menurutnya, tidaklah mungkin peristiwa kala itu sudah pernah dilaporkan ke Polrestabes:”Malah pernah dilaporkan ke Kompolnas juga…”

Kesimpulan Sementara

Kembali menyoal kinerja MWA Unpad, Dindin mempertanyakan esensi terjadinya KDRT ini dengan kesimpulan sementara:”Kejadian KDRT ini ada. Bahwa itu menjadi fakta hukum, tentu saja harus ada pelaporan dari Ibu Erna (korban) ke polisi. Bahwa itu ada perdamaian dalam konteks luka yang begitu berat, itu bisa saja terjadi. Dan ini ditolak oleh kuasa hukumnya (Bintang Yalasena Law Office) ini menjadi penting.”     

Menyangkut pertanyaan pewarta tentang azas nebis in idem seperti diungkap kuasa hukum Obsatar Sinaga (24 September 2018), yang di antaranya memuat pengakuan dua putranya tentang pelurusan kasus KDRT ini. Menurut Dindin hal ini dapat dipertanyakan oleh tim investigasi MWA Unpad, mulai dari perdamaian seperti apa, adakah kompensasinya:

”Lagi pula ini kan sepihak, mungkin saja perdamaiannya dipertanyakan?”

Sementara itu tokoh Jabar Acil Bimbo dalam kesempatan ini melontarkan sindirian:”Janganlah calon rektor ini dipakai sebagai heureuy(main-main). Harus kita ingat, keberadaan institusi pendidikan Unpad ini merupakan warisan dari para pendahulu tokoh Jabar. Salah satunya sebagai penjaga moral dan etika warga.”

Di pihak lain esoknya Sabtu, 29 september 2018 hadir tiga calon rektor Unpad di atas dalam talk show di Gedung 2 Rektor Lantai 4 Jl. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Obsatar Sinaga angkat bicara. Ia mengungkapkan keprihatiannya atas merebaknya isu ‘bukan orang Sunda’. Indikasinya, ia mempertanyakan kodratnya – marga Sinaga di belakang namanya adalah pemberian orang tuanya. Termasuk kecintaannya untuk mengembangkan budaya dan adat Sunda sudah melekat dari ibunya yang berdarah Sunda.

Kata Eka Santosa

Secara terpisah Eka Santosa, Mantan Ketua Alumni FISIP Unpad yang dimintai pendapat tentang kegaduhan pada tahapan 3 calon rektor ini, institusi ini haruslah dijaga marwahnya dengan berprinsip:

“Kita ingat saja nilai kehormatan seperti Guru Ratu Wong Atua Karo. Maknanya, Unpad yang melekat dengan pewarisan nilai-nilai kehidupan, para pengelolanya harus sarat dengan aspek keteladanan. Ini tidak bisa ditawar.”

Lebih mendalam menurut Eka, jabatan seorang rektor hendaklah jangan terlalu berorientasi ke hal-hal teknis atau birokratis semata:

<

p style=”font-weight: 400;”>”Pertanyaan awam, apakah tidak ada yang lebih baik? Jabatan rektor itu melekat dengan sejumlah nilai moral. Bila pun terus berlangsung hingga 27 Oktober 2018 (pemilihan rektor)? Nah, ini MWA Unpad boleh dikata kecolongan. Lembaga ini tentu akan terbebani. Tak terbayang bagaimana menghentikan kegaduhan ini?!” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *