Gun Gun: Wujud Kedaulatan di Tangan Rakyat Tak Pernah Terjadi

Gun Gun: Wujud Kedaulatan di Tangan Rakyat Tak Pernah TerjadiDalam sistem “kufur” seperti demokrasi selalu rakyat menjadi objek. Rakyat tidak pernah menjadi subjek. Sekalipun rakyat dikatakan sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Kedaulatan di tangan rakyat. Suara rakyat adalah suara tuhan. Sejatinya wujud kedaulatan di tangan rakyat tidak pernah terjadi.

Demikian diungkapkan Oleh Caleg DPRD Provinsi Jabar 2 (Kabupaten Bandung), Mokhammad Gun Gun Gunanjar dari Partai Berkarya No urut 2 kepada redaksi Aksi di Bandung, Minggu (12/8).

Menurutnya, rakyat selamanya hanyalah menjadi objek. Rakyat hanyalah menjadi komoditas. Realitas politik yang ada tidak pernah memposisikan rakyat sebagai penentu. Rakyat hanya dibutuhkan pada saat pemilihan, memberikan legitimasi bagi para pemburu rente kekuasaan. Mereka saling berebut, dan mengaku sebagai tokoh yang berdiri di garda paling depan membela rakyat. Tapi tidak pernah ada, dan menjadi kenyataan.

lanjut dia, Dalam ideologi yang paling ekstrim yang mengaku paling membela rakyat, seperti komunisme, yang membuat jargon politik : “tanpa kelas”, dan kemudian dikenal dengan terminologi politik komunis, “sama rata sama rasa”, tetap saja yang menikmati dalam sistem komunis itu, para kamerad (pemimpin) partai, yang sangat sedikit (elitis), dan dengan gaya yang sangat “borjuis”.

“Di Cina dan Rusia yang menganut sistem komunis, tak ada yang disebut dengan “tanpa kelas” alias “sama rata sama rasa”. Para pemimpin partai menjadi kelas elite yang dengan gaya hidup yang “borju”, dan jauh dari cita-cita komunis, yang proletar,” ungkap pria yang akrab di sapa Igun itu.

Igun yang juga menjabat sebagai Ketua Umum JBN (Jurnalis Bela Negara) mengatakan, meraka yang berada diatas sebagai pemimpin partai tetap menikmati hak-hak istimewa (privilege), yang tidak bisa dinikmati rakyat. Rakyat hanyalah menjadi bahan isu yang selalu dimunculkan saat atau moment tertentu, yang tujuannya membangun atau mendapatkan kekuasaan. Berbicara tentang nasib rakyat, seperti kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan sejumlah isu lainnya yang populis,sebagai cara para pengejar kekuasaan, atau yang memiliki libido kekuasaan yang kuat, dan rakyat selalu menjadi bahan komoditas.

“Siapa yang benar-benar menjadi pembela rakyat di negeri ini? Adakah tokoh-tokoh yang selalu berbicara tentang rakyat dan mengidentikkan dirinya dengan “wong cilik” itu, benar-benar sebagai pembela rakyat? Tidak. Itu hanyalah berlangsung saat mereka belum berkuasa. Ketika mereka sudah berkuasa tidak lagi berbicara tentang rakyat. Tidak lagi nampak pembelaan terhadap rakyat. Rakyat mereka lupakan,” tanya Igun.

Ia beranggapan, para tokoh yang sudah berkuasa dan pemimpin negara, mereka hanyalah menyediakan waktunya dan perhatiannya bagi mereka yang dapat melanggengkan kekuasaannya. Para pemilik modal, pengusaha, kelompok penekan, dan jaringan lobby internasional, yang dekat dengan kekuasaan global. Karena hakekatnya para penguasa lokal, yang sudah memenangkan pemilu, tak lain, mereka itu hanyalah perpanjangan tangan dari kepentingan global.

“Rakyat tugasnya selesai saat pemilihan selesai. Tidak ada lagi mereka perannya. Dalam sistem demokrasi keterwakilan, di manapaun mereka yang mendapatkan mandat sebagai wakil rakyat, dan dapat mengataskan namakan rakyat, tidak pernah mereka benar-benar mengabdi kepada rakyat. Mereka mengabdi kepada kekuasaan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *