Penggeledahan Kantor PJB, Penyidik KPK Bawa 3 Koper Dan 2 Kardus

Penggeledahan Kantor PJB, Penyidik KPK Bawa 3 Koper Dan 2 Kardus

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa koper dan kardus usai menggeledah kantor PT Pembangkit Jawa-Bali (PJB) Indonesia Power di Jalan Gantot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (17/7).

Penggeledahan terkait kasus pembangunan PLTU Riau-1 yang menyeret Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.

Sekitar sembilan penyidik KPK keluar dari Kantor PJB pada pukul 01.00 WIB. Saat mereka keluar para penyidik tersebut membawa tiga koper hitam dan dua kardus warna cokelat.

Kantor PT PJB menjadi salah tempat yang digeledah oleh lembaga anti rasuah pada hari ini. Sebelumnya lembaga yang dipimpin oleh Agus Rahardjo Cs ini juga menggeledah kantor PLN Pusat dan ruang kerja Eni Maulani Saragih di gedung DPR.

Dari tiga lokasi itu, Jurubicara KPK Febri Diansyah menjelaskan pihaknya telah menyita dokumen, CCTV dan barang bukti elektronik.

Ini merupakan rangkaian penggeledahan yang kedua, sebelumnya pada Minggu (15/7) KPK juga sudah menggeledah lima lokasi. Lima lokasi tersebut adalah rumah Direktur Utama PLN Sofyan Basir, apartemen pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dan rumah Eni.

Kasus ini bermula saat KPK menduga Eni dan kawan-kawan menerima uang sebesar Rp 500 juta bagian dari komitmem fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan terkait kesepakatan kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau-1.

Penerimaan tersebut diduga merupakan penerimaan keempat dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp 4,8 miliar.

Pemberian pertama pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, kedua Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar dan ketiga 8 Juni Rp 300 juta dan uang tersebut diduga diberikan melalui staf dan keluarga.

Diduga peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerjasama terkait PLTU Riau-1.

KPK telah mengamankan barang bukti yakni uang sebesar Rp 500 juta dan dokumen tanda terima.

Sebagai pihak penerima, Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pihak pemberi, Johannes yang merupakan pihak swasta disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *