Wawasan Kebangsaan

Wawasan KebangsaanNegara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah harga mati dan sudah final, tetapi semenjak reformasi kembali terusik setelah banyak perilaku radikal dan intoleransi hingga munculnya aksi terorisme di sana-sini.

Kenapa ini bisa terjadi ?. Mungkin ada sedikit pencerahan yang perlu kita bagi disini.

Kita harus ingat bahwa NKRI terbentuk dan berdiri menjadi sebuah negara yang merdeka, karena adanya kesepakatan dari para pendiri bangsa untuk merdeka pada 17 Agustus 1945 berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan semboyannya “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Di Indonesia ada banyak suku bangsa seperti Jawa, Sunda, Ambon dan masih banyak lagi lainnya. Demikian pula agama yang dianut para pemeluknya ada Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha yang sudah sejak lama hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati satu sama lainnya.

Para pendiri bangsa ini telah sepakat menggunakan Pancasila sebagai Ideologi dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Namun sayangnya, nilai-nilai luhur Pancasila tersebut mulai sirna tatkala masyarakat Indonesia menginginkan adanya perubahan yang ditandai Gerakan Reformasi Nasional tahun 1997 dengan tumbangnya rezim Orde Baru yang sudah berkuasa selama 32 tahun.

Euforia reformasi telah melunturkan nilai-nilai kebangsaan yang telah melekat dan menyatu dengan perilaku bangsa Indonesia, tak terkecuali pengamalan terhadap nilai-nilai luhur Pancasila.

Sejarah kembali terulang, ketika Orde Baru berkuasa semua tatanan yang berbau Orde Lama disingkirkan demikian halnya pada saat era reformasi bergema, semua bau Orde Baru dianggap salah dan harus direformasi. Tidak terkecuali dengan Pancasila yang merupakan ideologi negara.

Ingat !!! bahwa Pancasila bukan peninggalan Orde Baru atau Orde Lama, tetapi Pancasila adalah Dasar Negara, Ideologi Negara dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.

Pancasila mengajarkan kita untuk mengakui adanya Tuhan dalam sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Pancasila juga mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang adil dan beradab sebagaimana tertuang dalam sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab; dalam sila yang ketiga Persatuan Indonesia, Pancasila mengajarkan tentang pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini mutlak karena bangsa Indonesia terdiri dari berbaga suku bangsa, budaya dan agama. Dalam sila ke empat Pancasila, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Terkandung makna bahwa dalam rangka membangun dan menentukan arah perjalanan bangsa harus didasari adanya permusyawaratan yang mewakili seluruh rakyat Indonesia. Dan pada sila kelima, Pancasila mengajarkan tentang Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Kelima sila dalam Pancasila tidak ada yang bertentangan dengan ajaran agama yang ada di Indonesia. Pancasila memang bukan agama, tetapi merupakan ideologi untuk mempersatukan perbedaan yang ada di dalam masyarakat Indonesia.

Kalau masyarakat Indonesia sudah tidak paham dengan ideologi negara, maka akan timbul berbagai rongrongan dari berbagai kelompok bangsa yang ingin memperjuangkan ambisinya tanpa memperhatikan kelompok lain.

Negara tanpa ideologi akan rapuh dan sulit untuk bersatu dalam mencapai cita-cita nasional sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945…yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, …..

Pancasila akhir-akhir ini hanya diucapkan oleh Inspektur Upacara dan ditirukan oleh peserta upacara setiap sebulan sekali. Pancasila seakan sirna, dan tidak ada lagi penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.

Sebagai Ideologi Negara, maka Pancasila harus kita pedomani dalam rangka menentukan arah pembangunan bangsa, sebagai Ideologi Negara maka Pancasila harus kita hayati untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa sehingga tercipta kedamaian dan kesejahteraan bangsa dan sebagai Ideologi Negara, Pancasila harus kita amalkan untuk mewujudkan masyarakat yang toleran dan berkeadaban, sehingga mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Oleh : Hari Mulyanto, M.Sc. (Alumni Tannas UGM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *