Petani Gelar Aksi Sikapi Kartu Tani yang Tidak Berpihak

Petani Gelar Aksi Sikapi Kartu Tani yang Tidak BerpihakTergabung Dalam Gerakan Tani Boyolali (GENI) Puluhan Petani Gelar Aksi di Tugu Jagung depan komplek perkatoran Pemda Boyolali (Rabu, 18 April 2018) menyikapi kartu tani yang ternyata menurut mereka sangat tidak berfihak bahkan tidak ada gunanya bagi petani.

Kordinator Aksi Gerakan Tani Boyolali (GENI BOYOLALI), YM.Hanafi dalam orasinya menegatakan, di bawah kepemimpinan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo seolah membuat gebrakan adanya kartu tani. Seolah menjadi angin segar bagi para petani Khususnya di Boyolali dan pada umumnya di Jawa Tengah akan mendapatkan pupuk. Tetapi fakta lapangan mengatakan lain, Kartu tani tidak ada gunanya sama sekali.

Dalam keteranganya, Peranan petani yang begitu besar tersebut harusnya petani mendapatkan porsi perhatian yang besar dari pemerintah selaku penyelenggara negara. Tetapi sampai hari ini petani belum juga mendapatkan kemudahan akses alat produksi maupun akses reform yang meliputi bibit, pupuk, pasar dan keberpihakan kebijakan pemerintah. Persoalan produksi yang cukup kompleks dan hasil produksi yang tidak sepadan dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani membuat petani senantiasa dirugikan. Terangnya.

Petani sebagai soko guru bangsa tentu merupakan tanggungjawab besar yang harus di emban oleh petani, mengingat petani sebagai penjaga keberlangsungan hidup manusia melalui pangan yang diproduksinya.

Alih-alih petani dipermudahkan dalam akses mendapatkan kebutuhan sarana produksi (Pupuk), pemerintah justru mengeluarkan kebijakan yang membuat petani semakin sengsara. Hanafi menyampaikan, bahwa kartu tani justru malah membuat petani kesusahan dalam mengakses pupuk. pasalnya dengan kartu tani, petani justru dibuat ribet dan bingung dengan segala macam adminitrasinya.

“Petani itu tahunya mengolah lahan, waktunya memupuk itu ada pupuknya, butuh bibit tersedia dan waktu panen laku dengan harga yang layak. Selain itu, petani juga di paksa untuk menabung terlebih dahulu dan jika tidak punya tabungan, petani tidak bisa mendapatkan pupuk. padahal kondisi petani kita itu secara ekonomi menengah kebawah. Bahkan, kebiasaan yang terjadi di masyarakat, dengan keterbatasan modal usaha tani para petani biasanya mengambil pupuk di kios dengan pembayaran setelah panen atau istilah di desa itu yarnen (Bayar setelah Panen)” paparnya.

“Tanggung jawab petani itu sudah berat, harus produksi dan menghasilkan pangan untuk kita semua, mbok ya jangan dipersulit seperti ini. bagi kami kartu tani ini tidak tepat bagi para petani. Bisa-bisa malah jadi seperti kasus E-KTP, anggaran pembuatan kartu tani dikorupsi secara berjamaah,” tandas Hanafi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *