Mengarak dan Menelanjangi Melanggar HAM

Mengarak dan Menelanjangi Melanggar HAMKementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) sangat menyesalkan peristiwa main hakim sendiri oleh sejumlah warga Kampung Kadu, Cikupa, Tangerang , atas sepasang anak muda yang diduga melakukan tindak asusila. Sepasang kekasih itu digerebek di kamar si gadis, kemudian mereka diarak ke rumah RW sambil dianiaya, ditelanjangi, dan divideokan. Di rumah Ketua RW mereka dipaksa mengaku telah melakukan tindakan asusila.

“Ini keterlaluan, memukul dan mengarak orang telanjang itu bukan hanya tindakan main hakim sendiri, tetapi juga melanggar norma etika yang berlaku dan hak asasi manusia,” ucap Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak, Dr. Sujatmiko, MA di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis Pagi (15/11/2017).

Lebih memprihatinkan, tindakan tersebut diketahui dan disaksikan oleh Ketua RT dan Ketua RW setempat, divideokan dan akhirnya menjadi viral. Bukan hanya korban prianya, yang perempuan juga dipukul dan ditelanjangi di pinggiran jalan. Peristiwa ini membuat Dr. Sujatmiko. MA, sebagai Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak sangat prihatin. “Sebagai manusia, semua orang berhak mendapat perlindungan dan martabatnya harus dijunjung tinggi. Seandainya pun mereka berbuat salah, ada hukum yang menaungi hak-hak asasinya, dan aksi main hakim sendiri itu tidak sama sekali bisa dibenarkan,” tutur Sujatmiko.

Dilain sisi, Sujatmiko sebagai pengawal isu perlindungan perempuan dan anak di Kemenko PMK ini sangat mengapresiasi atas upaya Polisi yang telah berhasil mengamankan 6 tersangka penelanjangan sejoli di Tangerang tersebut. Ia berharap aparat penindak hukum melakukan tindakan tegas kepada pelanggar untuk memberikan efek jera ke masyarakat sehingga kedepan tidak terjadi lagi. “Saya sangat mengapresiasi pihak kepolisian yang terus berupaya untuk mencari dan menemukan siapa saja dalang-dalang dari kerusuhan tersebut,” tuturnya lagi.

Bagi Sujatmiko, tragedi ini harus dimaknai sebagai pembelajaran bagi semua pihak. “Orang tua, masyarakat, para guru, hingga para tokoh agama harus melakukan upaya-upaya preventif kedepannya. Paling tidak, jika ada upaya seperti ini masyarakat tahu hukuman dan konsekuensi yang diterima,” kata Sujatmiko. Jika masyarakat merasa terganggu atas ulah warga yang lain, lapor ke polisi, atau tokoh masyarakat yang diakui bijaksana, untuk mencari penyelesaian. ‘’Aksi penggerebekan lalu mengarak dan menelanjangi itu sama sekali tidak manusiawi,’’ Dr. Sujatmiko menambahkan.

Kemenko PMK dalam hal ini terus berupaya memberikan arahan terhadap Kementerian dan Lembaga terkait, khususnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk lebih mensosialisasikan kepada masyarakat tentang perlunya menghormati hukum, tentang memahamai dan menghormati perempuan dalam bentuk apapun.

Lebih Lanjut, Sujatmiko mengharapkan, terjadinya tragedi tersebut harus memberikan dampak kepada masyarakat untuk lebih sadar terhadap hukum dan bisa menghormati nilai-nilai etika hukum di Indonesia. “Kejadian ini bukan hanya pembelajaran untuk mereka yang main hakim sendiri tetapi bagi anak-anak yang belum siap menikah jangan sampai pacaran secara berlebihan. Manfaatkan waktu secara produktif,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *