Sidang PLPR Palabuhanratu Hadirkan Dua Saksi Tergugat

Sidang PLPR Palabuhanratu Hadirkan Dua Saksi TergugatSidang kusutnya “pembebasan lahan” PLPR (Pelabuhan Laut Pengumpan Regional) Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi di PTUN Bandung Jl. Diponegoro Bandung (20/9/2017), dengan nama resmi perkara 80/G/2017PTUN-BDG, menghadirkan dua saksi tergugat ll intervensi. Saksi pertama Supriatna (60) ,ia mantan Ketua RT 01, serta Ketua RW 30 sampai tahun 2016 di Kampung Babadan Desa Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kab. Sukabumi. Saksi kedua Entis Sutisna (52). warga Palabuhanratu, sebagai penjaga lahan milik Soerono Haryanto sejak 2004.

Pada persidangan ke-9 ini Majelis Hakim yang dipimpin Rialam S,S.H.MH, menghadirkan kuasa hukum penggugat TB Romel yakni Hanson R Sanger. Hanson berhadapan dengan tergugat Ade Suryaman, SH, MM, Kabag Hukum dan HAM Sekda Kab. Sukabumi, yang didampingi tergugat ll intervensi Kepala Dinas Perhubungan Kab. Sukabumi.
Praktis, para pihak secara bergantian bertanya kepada kedua saksi. Materi pertanyaan, tertuju pada kabsahan atau kebenaran di lapangan atas sertifikat hak milik No.73 di Desa Palabuhanratu , Kec. Palabuhanratu. Yang terbit pada 08 Oktober 1968 atas nama Soerono Haryanto seluas kurang lebih 6.600 M2. Diketahui di lokasi ini sejak 2015 berlangsung proyek PLPR dengan dana sekitar Rp 296 M, bersumber dari APBN.

Masuk ke persidangan di PTUN Bandung, di lahan seluas kurang lebih 6.600 M2, 600 M2 di antaranya diklaim oleh penggugat TB Romel. “Bang Romel itu sejak tahun 1980-an kala bujangan, suka ngojeg dengan saya di terminal. Tahun 1985 ia menikah dengan Eneng anak Pak Sukiin yang buka warung kini di lahan ‘sengketa’ milik Pak Soerono Haryanto”, kata Supriatna sambil menjelaskan sesuai pertanyaan dari majelis juga para tergugat – Hingga munculnya proyek PLPR sejak 2015, hanya Romel yang tidak bersedia menerima uang pengganti warungnya seluas kira-kira 5 x 4 M. Padahal sudah dianggatkan akan diberi sekitar Rp 9 juta (oleh Pemkab Sukabumi cq Dishub Kab. Sukabumi). Padahal warung-warung lainnya sebanyak 51 diberi ganti rugi masing-masing Rp. 2 juta.

“Mertua Romel Pak Sukiin setelah meninggal pada tahun 2010, akhirnya Romel seperti merasa memiliki tanah yang ada warungnya sampai sekarang”, papar saksi Entis.

“Apakah saudara Romel tahu bahwa tanah ini pemiliknya Soerono Haryanto, tanya Majelis hakim? “Sadar dia ini tanah orang lain. Bilangnya ke saya hanya punya warung segini-ginya …,” ujar Entis yang juga menerangkan sebagian tanah ‘parkiran’ kini di lahan sengketa yang dibangun oleh Pemkab Sukabumi – “Itu hasil pembuangan limbah dari Pak Robin Panjaitan atau Pak Torang yang akhirnya pada tahun 2003-an pernah dipakai jemur cengkeh dan kapulaga.”

Pernahkan Anda Pak Entis mengingatkan Pak Torang agar tak buang limbah (berangkal) di lahan yang Anda jaga, tanya Hakim. “Sudah, Bu Hakim malah dia minta saya menunjukkan surat tugas bahwa saya penjaganya,” jawab Entis.

“Suratnya, sudah ditunjukkan tetapi begitulah sampai sekarang…,” kata Entis.

Mengejar Status Tanah

Majelis Hakim pada persidangan ini mencecar para saksi dengan tujuan mengejar status tanah, utamanya di lapangan. “Kerumitan ini, sebaiknya di tahap ini diadakan PS (peninjauan setempat). Biar clear, setelah melihat di lapangan. Apalagi banyak kejanggalan di lahan sengketa ini, akan dan sedang dibangun PLPR yang kontroversial dari segi lingkungan. Perijinannya, tumpang tindih, ditengarai ada kongkalikong besar-besaran antara pejabat dan pengusaha setempat,” papar Dadan Ramdan, Direktur Eksekutif Walhi Jabar yang ditemui seusai sidang ini di gedung PTUN Bandung.

Sementara itu bagi penggugat Hansen R Sanger, perihal dua kesaksian pada sidang kali ini:”Tak masalah, tetaplah kami pada pokok perkara.”

Sejurus kemudian Hanson menyatakan tetap mengacu pada Berita Acara Pelepasan Hak yang terbit 23 September 2015 oleh Kepala Kantor Pertanahan Kab. Sukabumi No. 01/BAPH-32.02/IX/2015 dari Soerono Haryanto ke Pemkab Sukabumi cq Dishub, sesuai NIB (nomor identifikasi bidang tanah) yang mengakibatkan keuangan negara sekurang-kurangnya Rp. 7 M lebih cair dan dibayarkan.

“Uangnya sudah diterima Soerono Haryanto. Transaksi ini belum clear dan clean. Bagusnya, jangan ada pembangunan di lokasi sengketa ini”, kata Hanson yang menjelaskan kemarin ia melihat lagi mesin pengeruk tanah bekerja di lokasi.

Upaya gugatan lainnya secara sederhana:”Kenapa pula di lahan sengketa ini ada dua versi SK Menhub yang ditandatangani EE Mangindaan (KP 886 Tahun 2014). Ini nyata-nyata mal administrasi. SK Menterinya ada dua, salah pula dua-duanya,” pungkas Hansen sambil tersenyum.

Konfirmasi lain atas persidangan kali ini menurut Eka Santosa, Ketua Umum Gerakan Hejo yang mencermati aspek lingkungan dalam proyek PLPR sejak 2015 lalu:”Tak bosan-bosan, ke majelis hakim agar tak melihat ini sekedar sengketa lahan biasa. Di balik itu yang lebih besar dan berdampak luas, dan penting bagi warga Palabuhanratu dan Jabar, dampak PLPR ini harus diperhitungkan”. (HS/SA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *