Divestasi Saham Freeport Bisa Merugikan Pemerintah

Divestasi Saham Freeport Bisa Merugikan PemerintahMantan Menteri Keuangan RI, Fuad Bawazier, mempunyai sudut pandang lain soal kesepakatan perpanjangan kerjasama antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia.

Ia berharap pemerintah jeli terjait kesepakatan itu, terutama yang menyangkut divestasi 51 persen saham.

“Pemerintah harus tetap jeli dan waspada karena yang perlu disadari oleh pemerintah adalah kuncinya terdapat pada butir 2 tentang divestasi 51 persen saham, yang semestinya dalam perundingan tingkat tinggi antara Pemerintah RI dengan Freeport tidak ditunda atau dianggap teknis,” kata Fuad, Jumat (1/8).

Fuad menegaskan bahwa inti masalah divestasi selama ini pada hal-hal teknis seperti kapan waktunya, syarat atau ketentuan lainnya. Tanpa penuntasan hal-hal yang berkaitan dengan divestasi sebenarnya kesepakatan itu masih mentah dan bisa berlarut-larut.

“Bahkan di belakang hari bisa merugikan pihak Indonesia. Sementara senjata pemerintah sudah lepas yaitu hak untuk ‘tidak memperpanjang kontrak pada tahun 2021’ bila tidak ada kesepakatan baru yang benar-benar tuntas,” kata dia.

Apalagi, jika penuntasannya melampaui tahun 2019, yang berarti ada pada pemerintahan yang akan datang siapapun presidennya. Karenanya, Fuad menyarankan untuk menuntaskan hal divestasi 51 persen itu pada tahun ini juga.

“Pemerintah juga tidak harus membayar saham itu secara tunai tapi dibayar dengan izin perpanjangan, misalnya selama 30 tahun atau selama tambang masih ekonomis. Bisa juga dibayar dengan deviden yang akan diterima sepanjang harganya saham murah, sekedar formalitas transaksi pelepasan saham,” anjurnya.

Baginya, tanpa ada izin baru (perpanjangan), maka saham yang ada di tangan Freeport sekarang ini tidak punya nilai apa-apa lagi alias toilet tissue semata. Menurut Fuad, tidak logis jika Pemerintah RI harus membeli saham Freeport, apalagi dengan harga pasar.

“Dengan pemerintah, bukan swasta nasional menjadi pemegang 51 persen saham, maka tidak ada lagi isu perpanjangan izin di kemudian hari. Jadi tidak tiap kali masa izin pertambangan habis, politik ribut melulu. Ini sekadar saran win win solution,” pungkasnya.

 

Evi Yusnita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *