Di Majalengka, Obat Senilai Rp3,6 Miliar Kadaluarsa

Di Majalengka, Obat Senilai Rp3,6 Miliar KadarluasaRibuan lembar obat yang sudah bertahun-tahun habis masa berlakunya atau senilai Rp 3,6 miliar, menumpuk di Gudang Obat milik Pemerintah Kabupaten Majalengka, dan kini tidak bisa dimanfaatkan lagi akibat masa kadaluarsa sudah cukup lama.

Sementara itu dana kapitasi untuk pengadaan alat kesehatan dan promosi kesehatan sebesar Rp 50 milyar juga tidak dicairkan oleh setiap Puskesmas di Majalengka, karena persoalan ketidak pahaman petugas Puskesmas untuk menyerap anggaran. Yang heran dana kapitasi untuk jasa pelayanan kesehatan ternyata lancar dicairkan setiap saat.

Hal tersebut disampaikan Bupati Majalengka Sutrisno saat menerima aksi demo para dokter se-Kabupaten Majalengka, Senin, 24 Oktober 2016 di Pendopo Gedung Negara Majalengka yang menolak adanya Program Study Pelayanan Primer bagi dokter atau diistilahkan DLP (Dokter Layanan Primer).

Menurut keterangan Bupati, data tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan pihak Inspektorat Kabupaten Majalengka yang baru saja mengaudit obat-obatan yang masih tersedia di gudang obat serta pemeriksaan keuangan di sejumlah Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka.

“Menumpuknya obat di gudang itu sebuah pemborosan uang negara karena obat tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal. Padahal obat-obat tersebut dibeli dengan sangat mahal. Harusnya Dinas Kesehatan itu menyediakan obat-obatan yang bisa dipakai oleh masyarakat,” ujar Bupati Sutrisno seraya meminta Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka segera mengambil sikap atas persoalan tersebut.

Diapun menyayangkan ketika pengadaan obat dilakukan harusnya melihat batas masa kedaluarsa agar obat-obatan tersebut bisa dimanfaatkan untuk beberapa tahun kedepan, sehingga pengadaan obat bisa dilakukan secara efisien atau untuk mengadaan obat jenis lain yang benar-benar dibutuhkan masyarakat.

“Jika masih tersedia obat yang sama namun beda pabrik itu kan tidak jadi persoalan tidak perlu membeli lagi.” kata Bupati.

Diapun menyayangkan tidak dicairkannya dana kapitasi untuk pengadaan alat kesehatan dan promosi kesehatan, sementara dana kapitasi untuk jasa pelayanan dokter dan tenaga kesehatan lainnya lancar dicairkan setiap saat.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka Gandana Purwana membenarkan hal tersebut. Obat yang menumpuk hingga senilai Rp 3,6 miliar tersebut sudah terjadi bertahun-tahun yang harusnya dimusnahkan setiap tahun.

Obat-obat tersebut sebagian besar pengadaanya dilakukan oleh Kementrian Kesehatan dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, hanya 5 persen obat kedaluarsa yang pengadaanya dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten.

“Obat tersebut sebagian untuk kasus-kasus penyakit yang tidak terjadi di Kabupaten Majalengka, misalnya untuk plu burung sementara di Majalengka kan tidak terjadi,” kata Gandana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *