Nonton Bareng Peluncuran Satelit dari Bogor

Nonton Bareng Peluncuran Satelit dari BogorPeluncuran Satelit dari Bogor disaksisakan oleh sejumlah pejabat Negara mulai dari Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, sampai Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar. Peluncuran roket Lapan A3, yang diprakarsai Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dengan Institut Pertanian Bogor. Namun, ibarat gelaran nonton bareng Piala Eropa 2016, mereka hanya menyaksikan peluncuran lewat siaran langsung video di Pusat Teknologi Penerbangan Lapan, Jalan Raya Rumpin, Kabupaten Bogor, Rabu 22 Juni 2016 . Pasalnya, peluncuran satelit ini diluncurkan dengan menumpang ke roket peluncur PSLV milik ISRO-India. Peluncuran dilakukan di Bandar Antariksa Sriharikota, India, pada pukul 10.55 WIB.

Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin mengakui, Indonesia masih harus menunggu lama untuk bisa meluncurkan satelit secara mandiri. Pasalnya teknologi roket peluncur buatan tanah air belum sampai pada kemampuan tersebut. Sejumlah kendala yang menghalangi antara lain sumber daya manusia, ketersediaan anggaran, dan pembatasan yang biasa dilakukan oleh negara maju. Pembatasan oleh negara maju dilakukan karena selain untuk meluncurkan satelit, roket juga digunakan dalam persenjataan militer. Dengan demikian, pembelian komponen dari luar negeri pun kerap distop karena dicurigai untuk persenjataan.

Sampai saat ini, roket buatan Lapan baru bisa menjangkau ketinggian 70 kilometer dengan ukuran diameter roket 55 sentimeter. Sementara peluncuran satelit Lapan A3 atau Lapan-IPB ini saja, dilakukan dengan roket berjangkauan 500 kilometer dengan diameter roket 2 meter.

“Tapi kami terus kembangkan teknologi roket kami melalui tahapan pengembangan roket sondah yang saat ini untuk penelitian afmosfer dulu. Dari sana jangkauannya bisa terus ditambah. Kami targetkan 2019 jangkauan roket kami bisa sampai 100 kilometer, kalau sudah di angka itu, minimal muatan kecil bisa diluncurkan sendiri,” kata Thomas usai nobar peluncuran roket.

Satelit Lapan A3 atau Lapan-IPB ini memiliki bobot 115 kilogram. Nantinya, satelit tersebut akan digunakan untuk menuntaskan sejumlah misi. Misi utamanya, mengingat diprakarsai bersama IPB, adalah memotret area pertanian di seluruh tanah air. Dengan data yang diperoleh dari satelit ini, akan dikembangkan oleh IPB untuk mendapatkan informasi terkait pertanian dan ketahanan pangan tanah air, mencakup perkembangan pertumbuhan tanaman padi dan luas lahan pertanian. Misi lainnya, satelit ini juga bisa digunakan untuk mendeteksi kapal di perairan, pengukuran medan magnet, dan uji kerekayasaan Lapan.

Untuk roket ini, Lapan menghabiskan dana sebesar Rp 60 miliar, untuk pembuatan sampai peluncuran. Dana tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN). Proses pembuatan satelit Lapan A3 menghabiskan waktu sekitar 2 tahun, seperti layaknya kebanyakan satelit mikro.

Roket ini merupakan perkembangan dari roket A1 dan A2 yang pernah dibuat oleh Lapan. Satelit Lapan A1 menghabiskan dana Rp 35 miliar, sedangkan Lapan A2 sebesar Rp 50 miliar. Masing-masing satelit memiliki tujuan peluncuran yang berbeda. Namun dari generasi pertama sampai ketiga ini, semuanya diluncurkan dengan menumpang ke roket di India.

Selepas peluncuran satelit Lapan A3, Lapan akan melanjutkan pekerjaan dengan merintis Lapan A4. Namun belum dipastikan misi apa yang akan diemban oleh satelit tersebut. Bagitu pula dengan instansi mana yang akan diajak bekerja sama. Namun ada kemungkinan, peluncuran satelit generasi keempat nantinya menggunakan roket milik Republik Rakyat Tiongkok.

Setelah diluncurakan pada Rabu siang, proses pengorbitan satelit dilanjutkan dengan deteksi pertama dari Jerman, lewat kerjasama dengan badan antariksa Jerman. Setelah itu dilakukan deteksi pertama di Biak, Papua, kemudian deteksi di Rumpin, Kabupaten Bogor. Deteksi awal dilakukan untuk mengetahui kinerja awal satelit. Usai proses tersebut, aka nada proses setting system yang menghabiskan waktu 1-2 bulan sebelum satelit beroperasi normal.

Sementara itu, Rektor IPB, Herry Suhardiyanto memaparkan pentingnya keberadaan satelit ini. Dia mencontohkan, selama ini pengukuran luas lahan persawahan di Indonesia dilakukan secara manual. Dengan demikian, terdapat keterbatasan daya hitung dari para surveyor yang diturunkan langsung ke lapangan.

Penghitungan melalui satelit, menurut Herry, dipastikan lebih akurat, terutama terkait luasan lahan pertanian. Selama ini, instansi-instansi yang bertanggung jawab terhadap pertanian di Indonesia tidak terlalu kesulitan dalam mendata luas panen dan kemampuan produksi suatu area panen. Namun untuk luas area persawahan, sampai saat ini sulit ditemukan data valid. Dengan demikian, lewat data dari satelit ini, kemampuan produksi lahan bisa dikalikan dengan luas lahan persawahan dari satelit ini untuk mengetahui angka produksi beras nasional.

“Untuk ekstrak datanya, kami sudah sediakan pakar-pakar dari dosen IPB yang tersebar di beberapa departemen. Pengolahan data dari satelit ini dilakukan di Kampus IPB Dramaga, kajian dilakukan begitu data diperoleh untuk pertama kali,” ucap Herry. Nantinya data yang diolah IPB bisa diberikan pada instansi-instansi berwenang, terutama pemerintah. Dengan demikian, bisa dilahirkan kebijakan berdasarkan analisis yang tepat. Dalam proyek peluncuran ini, IPB mengalokasikan dana sekitar Rp 2 miliar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *