Banyak Pihak Tak Berkompeten Bicara Isu Lingkungan Hidup

Banyak Pihak Tak Berkompeten Bicara Isu Lingkungan HidupKomisi Penilai AMDAL Nasional memprihatinkan masih adanya pejabat pemerintah, kalangan anggota DPRD, dan berbagai kelompok kepentingan di masyarakat yang menjadikan isu lingkungan sebagai alat untuk menyudutkan atau menyerang pihak tertentu yang tengah menjalankan aktivitas produktif atau tengah menjalankan program pembangunan pemerintah. Padahal, mereka sudah mengantungi ijin pemerintah dengan menempuh serangkaian prosedur peraturan yang ketat, khususnya prosedur perijinan di bidang lingkungan.

“Celakanya, mereka yang menyudutkan dengan menjual isu lingkungan itu merupakan pihak-pihak yang tidak memiliki kompetensi dan otoritas dalam bidang lingkungan hidup, khususnya produk perijinan berbasis bidang lingkungan hidup seperti AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atau UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL),” tegas Anggota Komisi Penilai AMDAL Nasional, Yoyon Suharyono baru-baru ini.

Kompetensi yang dimaksud Yoyon adalah, mereka yang berkomentar menggunakan isu lingkungan seringkali tidak memiliki lisensi sebagai penilai AMDAL. “Jangan berpendapat atau berkomentar tentang isu lingkungan termasuk soal AMDAL atau UKL-UPL, kalau tidak memiliki lisensi (sertifikat) resmi yang dikeluarkan Kementrian LHK. Kasihan masyarakat, selalu dibohongi dan dihasut oleh mereka yang sebetulnya tidak memiliki kualifikasi bicara lingkungan,” kata Yoyon.

Pernyataan tegas Yoyon yang juga merupakan Anggota Komisi Penilai AMDAL Propinsi Jawa Barat, untuk meluruskan pendapat dari kelompok kepentingan tertentu, yang nekat berkomentar mengenai isu lingkungan untuk menyudutkan pelaksanaan Survei Seismik 3D Akasia Besar di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Kegiatan survey tersebut merupakan langkah awal dari program pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan energi nasional yang selama ini banyak dirintangi pelaksanaanya oleh sekelompok kepentingan. “Jangan-jangan mereka yang ikut menyudutkan program pemerintah di Indramayu itu merupakan bagian dari skenario besar kekuatan Mafia Migas, yang tidak ingin melihat Indonesia berdaulat dalam bidang energi. Aparatus keamanan negara harus bisa mewaspadainya dan menindaknya. Tidak boleh negara kalah oleh Mafia Migas,” tegas Yoyon yang juga merupakan Ketua Lembaga Kearifan Lokal Lingkungan Hidup Jawa Barat.
KEPASTIAN INVESTASI

Menurut Yoyon, yang juga merupakan Duta Lingkungan Hidup Propinsi Jawa Barat, AMDAL, maupun UKL-UPL merupakan rejim perijinan lingkungan yang dimaksudkan untuk memberikan kepastian investasi bisa berlangsung, setelah dilakukan kajian secara mendalam oleh institusi berwenang dengan melibatkan para pakar lingkungan hidup dari perguruan tinggi terhormat.
Rejim perijinan lingkungan tidak dimaksudkan untuk mempersulit atau dijadikan alat atau senjata yang disalahgunakan justru untuk merintangi pihak-pihak yang berniat baik menjalankan investasi produktif baik dari kalangan swasta maupun pemerintah.

“Logikanya jangan dibalik. Rejim perijinan lingkungan itu untuk mempermudah dan memperkuat, bukan untuk mempersulit. Logika ini seringkali dipatahkan karena muncul berbagai kepentingan baik kepentingan pragmatis berbasis keinginan meraup materi, maupun kepentingan politik berbasis kekuasaan,” ungkapnya.

Aparatur pemerintahan di tingkat kabupaten, kecamatan, hingga desa semestinya pro terhadap program pembangunan pemerintah, pro terhadap investasi. “Indramayu akan sulit berkembang dan sulit memakmurkan rakyatnya jika pembangunan tidak ada. Jangan menciptakan kondisi yang mengakibatkan investor takut masuk ke Indramayu,” kata Yoyon yang juga merupakan Koordinator Eco Pesantren Lingkungan Hidup Sewilayah 3//Eks Karisidenan Cirebon, Jawa Barat.

SESUAI PERATURAN PEMRINTAH

Menanggapi soal kegiatan survey Seismik yang dalam pelaksanaanya tidak menyusun AMDAL, namun hanya menggunakan UKL-UPL, Yoyon menjelaskan, hal tersebut sudah diatur oleh pemerintah pusat melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2012 menyebutkan bahwa AMDAL dikecualikan, atau tidak diwajibkan bagi rencana usaha dan/atau kegiatan eksplorasi pertambangan, minyak dan gas bumi, dan panas bumi,” ungkap Yoyon.

Kegiatan survey atau kajian merupakan kegiatan yang kualifikasinya tidak wajib AMDAL. Meski demikian, pemerintah tetap mengaturnya melalui mekanisme UKL-UPL. “Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan (UKL-UPL),” urai Yoyon.

Yoyon yang juga dikenal sebagai Ketua Masyarakat Lingkungan Hidup Jawa Barat menjelaskan, berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, UKL-UKP adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL.

Lebih rinci Yoyon menjelaskan, selama kegiatan itu hanya bersifat survay atau kajian, tidak melakukan pembangunan fisik yang luas dan permanen, tidak menguasai lahan yang luas, serta tidak berdampak besar terhadap lingkungan hidup, maka proses perijinannya menggunakan UKL-UPL.
“UKL-UPL itu disusun melalui kajian dan pertimbangan matang dan ketat dari pakar-pakar yang kompeten baik dari institusi pemerintah maupun perguruan tinggi yang terhormat. Kalau di Jawa Barat biasanya melibatkan pakar dari ITB dan Universitas Padjajaran (Unpad),” kata Yoyon.

Sementara kegiatan yang wajib AMDAL adalah kegiatan yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL meliputi aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

Menurut Yoyon, kegiatan yang wajib AMDAL dapat ditandai dengan adanya pembangunan fisik yang luas dan permanen, penguasaan lahan yang luas dan permanan biasanya diatas 10.000 meter persegi, serta berdampak besar pada ekosistem lingkungan hidup. “ Kalau kegiatannya mencakup itu semua, maka berdasarkan peraturan pemerintah kegiatan itu wajib menysun AMDAL,” jelas Yoyon yang juga merupakan Anggota Dewan Air Jawa Barat, Bidang Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk-Cisanggarung.

Yoyon yang juga meruapakan Presidium Aliansi Independen Peduli Lingkungan Hidup (ALIP) se-Jawa, menjelaskan instansi yang berwenang mengeluarkan perijinan AMDAL dan UKL-UPL adalah pemerintah pusat (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) apabila kegiatannya berskala nasional.

Jika skala kegiatannya meliputi wilayah propinsi institusi yang berwenang adalah Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) tingkat propinsi, sedangkan jika skala kegiatannya hanya sebatas satu wilayah kota/kabupaten, maka instansi yang berwenang adalah BPLHD Kabupaten/Kota.

“Untuk kegiatan seismik yang skala kegiatannya mencakup berbagai wilayah kabupaten di propinsi Jawa Barat, seperti yang sedang dilakukan oleh Survei Seismik 3D Akasia Besar maka UKL-UKP dikeluarkan oleh BPLHD Propinsi Jawa Barat,” tukas Yoyon.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed