Tradisi Sokok Basa di Kampung Muslim Pegayaman

Warga kampung muslim di Desa Pegayaman, Kabupaten Buleleng, Bali, melestarikan tradisi leluhur membuat Sokok Basa menjelang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Ketua Panitia Maulid Nabi Muhammad SAW Pegayaman Muhammad Suharto, Kamis, menjelaskan Sokok Basa adalah bebantenan yang terdiri atas tusukan telur yang diletakkan di atas pajegan, sebuah rangkaian bambu yang dihiasi bunga-bunga dan buah-buahan di bawahnya.

Penyerahan Sokok Basa merupakan bagian dari tradisi Maulid Basa, rangkaian peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Pada peringatan Maulid Nabi, kelompok warga menyerahkan Sokok Basa ke takmir masjid, yang kemudian akan mencabut satu butir telur dari Sokok Basa dan menyerahkannya kepada pria yang mengantarkannya.

“Sebutir telur yang diberikan kembali itu adalah upah bagi pengantarnya dan ada kebanggaan sendiri menyimpan telur itu di rumah warga masing masing,” katanya.

Ia menuturkan warga Pegayaman biasa membuat Sokok Basa saat peringatan Maulid meski tidak ada kewajiban untuk melakukannya.

Peringatan Maulid Nabi kali ini ada 20 Sokok Basa yang diserahkan. Penyerahan Sokok Basa diselingi pertunjukan Sekaa Hadrah, tarian silat dengan iringan tabuhan rebana, di depan masjid.

“Ada lima Sekaa Hadrah di Pegayaman sesuai banjarnya,” kata Muhammad Suharto.

Sementara itu beberapa pria membawa bungkusan-bungkusan makanan yang dibuat para ibu di rumah ketua adat ke masjid.

Menurut Muhammad Suharto, biasanya para ibu memasak makanan itu di rumah ketua adat dengan hiburan Sekaa Burdah.

Ia menjelaskan pula bahwa setelah semua keperluan acara siap, warga berkumpul di masjid untuk berdzikir serta mendengarkan ceramah keagamaan.

Setelah seluruh upacara selesai, telur-telur di Sokok Basa dan bungkusan-bungkusan makanan dibagikan kepada jemaah.

“Perlambangan telur itu adalah masjid, di dalamnya ada sari, Alquran, dan penyangganya umat, dikokohkan dengan kebersamaan umat,” katanya.

“Di pajegan mita, bunga basa, di bawahnya ada buah. Ini sebuah akuluturasi budaya Bali dan Pegayaman, ketika budaya Bali masuk Pegayaman jadinya seperti ini,” tambah dia.

Peringatan Maulid Nabi di Pegayaman telah berlangsung selama dua pekan. Selama itu setiap malam jemaah membaca wirid di masjid.

Muhammad Suharto mengatakan warga yang merantau biasanya kembali ke kampung untuk mengikuti acara adat menyambut Maulid Nabi.

“Masyarakat yang ada di rantau pulang semua hanya untuk ini, kesempatan bersilaturahmi bersama keluarga,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *