Abdul Latief Minta Ical dan Agung Mundur

Poros muda Partai Golkar hari ini menemui tokoh senior Partai Beringin Abdul Latief terkait harapan rekonsialisi partainya. Dalam pertemuan itu, Latief ikut mengutarakan pandangan soal perkembangan kelanjutan rekonsiliasi sampai minimnya kaderisasi di tubuh Golkar.

Abdul Latief menilai Golkar semestinya sudah ganti pimpinan setelah gagal di Pemilu Legislatif 2014. Namun, program kaderisasi ini tak berjalan dan dari dua kubu masih ditempati kader dari Munas Riau, pada 2009 lalu.

“Golkar kalah, Golkar harus ganti pimpinan, change (perubahan). Beri kesempatan pada yang lain yang mampu untuk itu. Jadi pimpinan dua-dua sekarang Pekanbaru, dua-dua pengurus gagal, dua-duanya harus mundur,” ujar  Abdul Latief di Kopi Tiam Dapur Raya, Blok M, Jakarta Selatan, Minggu (15/11/2015).

Abdul Latief menambahkan seharusnya dua sosok yaitu Aburizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono bisa legowo memberikan kursi pimpinan kepada kader lain. Pimpinan partai harus dipilih secara demokratis.

“Untuk mundur serahkan kepada yang lain, berikan kepada yang lain. Buat program yang pas untuk pembangunan. Berarti pimpinan yang betul-betul dipilih secara demokratis. Saya kecewa program kaderisasi tidak jalan, ini organisasi apa? Nggak ada teori,” tutur eks Menaker era Orde Baru itu.

Lantas, ia pun berpendapat agar kedua kubu melakukan musyawarah sebagai jalan terbaik dalam penyelesaian konflik. Bila diperlukan Musyawarah Nasional (Munas) maka harus ada kesempatan untuk kader muda agar maju dalam posisi pimpinan.

Abdul Latief mengingatkan kepengurusan yang gagal harus sadar untuk mengundurkan diri.

“Kita minta pengurus yang ‘sudah gagal’ untuk mengundurkan diri atau membuat Munaslub kalau dianggap ini luar biasa yang dibenarkan AD/ART berikan kesempatan pada generasi muda. Kalau dia mau maju ya silakan tapi rasanya kok tidak elok kok sudah kalah mau maju lagi. Apa pembaharuannya, rakyat tidak bodoh. Kita mau menang apa mau kalah? Bikin pembaharuan!” sebutnya.

Menurutnya, yang terjadi dalam konflik Golkar bukan karena anggota partai. Tapi, harus dilihat sikap politik pimpinannya.

“Kalau sekarang Golkar menjadi ramai tidak salah anggotanya, salah pimpinannya. Karena itu secara sadar pimpinan Golkar harus introspeksi kenapa harus begini, apalagi sampai konflik di pengadilan! Mau kemana organisasi seperti ini?” tandas Abdul Latief.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed