Revisi KUHP Harus Disesuaikan dengan Zaman juga Tampung Hukum Adat

Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya sejak 70 tahun yang lalu. Selama itu pula penegakkan hukum terus dilakukan.

Namun ada yang mengganjal dan mengganggu rasa nasionalisme dalam penegakan hukum pidana karena asas dan dasar tata hukum pidana masih dilandasi ilmu dan praktik hukum warisan Belanda.

Hal itu diungkapkan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro Semarang, Prof Barda Nawawi Arief dalam Seminar Nasional bertema “RUU KUHP dan implementasinya terhadap penegakkan hukum oleh Polri” di Hotel Patra Jasa Semarang, Selasa (10/11/2015).

Menurutnya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) warisan Belanda itu menjadi ironi ketika suatu negara menyatakan merdeka namun memakai hukum dari penjajah.

“Walaupun UU No. 1 tahun 1946 telah berusaha untuk disesuaikan dengan suasana kemerdekaan, namun pada hakikatnya asas-asas dan dasar-dasar hukum pidana tetap dilandaskan pada hukum pidana dan praktik hukum pidana kolonial. Asas dan dasar tata hukum pidana kolonial masih bertahan dengan selimut dan wajah Indonesia,” terang Barda.

Maka menurutnya penyidik kepolisian perlu memahami hukum adat dalam penanganan sebuah perkara sesuai yang tertuang pada Rancangan KUHP (RKUHP). Dalam materinya, Barda menyebutkan Pasal 12 RKUHP 2015 menjelaskan tentang pengertian yuridis tindak pidana.

Disimpulkan oleh Barda, dalam pasal 12 tersebut berarti penegak hukum penentuan tindak pidana tidak hanya berdasar ukuran formal atau undang-undang, namun juga harus bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.

“Ini merupakan pasangan dan sekaligus mengisi kekurangan yang ada dalam pasal 1 KUHP,” ujarnya.

Barda juga menjelaskan, penyusunan RKUHP ini sudah berjalan sekitar 51 tahun terhitung sejak konsep RKUHP ke-I tahun 1964 atau sudah melewati periode 7 Presiden dan 13 Menkeh/Menkumham.

Kepala Kejaksaan Negeri Semarang, Asep Nana Mulyana yang juga menjadi pembicara mengatakan RUU KUHP sudah disampaikan ke DPR RI melalui Surat Presiden No. R-35/Pres/06/2015 tanggal 5 Juni 2015. Ada 786 pasal meliputi berbagai delik yang selama ini diluar KUHP.

“Kejaksaan memiliki komitmen dan bersikap pro-aktif untuk memberikan saran atau masukkan terhadap RUU KUHP,” kata Asep.

Sementara itu  Kepala Divisi Hukum Polri, Irjen Pol M. Iriawan mengatakan pasal-pasal lama tetap ada yang digunakan namun dengan RUU KUHP atau RKUHP tersebut kearifan lokal dan penyelesaian masalah secara adat juga diperhatikan.

“Banyak pasal yang berubah, KUHP kan sudah lama sejak kolonial. Pasal lama tetap ada, tapi ada pasal lain yang menyesuaikan zaman. Ada kembangkan juga kebiasaan adat di tempat kita. Contohnya di Irian ada perang kampung, bisa mengaibatkan orang cacat seumur hidup, tapi dengan upacara bakar batu bisa selesai (tanpa pemidanaan),” ujar Iriawan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *